Senin, 28 Desember 2009

LANDASAN FALSAFAH DAN RASIONAL TEKNOLOGI PENDIDIKAN


A. Pendahuluan
Berawal sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14) berpendapat bahwa awal muasal penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar abad 600 SM.Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya kepada para peseta didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dilektik, dialogic, ceramah, dan penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah, gerakan tangan dan sebagainya. Hal itu dimaksudkan agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat ditransfer dengan baik. Hasil belajar adalah emampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran. Mengapa terjadi revolusi dalam pendidikan ? kerena adanya msalah-masalah pendidikan yang tidak terselesaikan karena beberapa factor media pembelajaran, revolusi juga mengakibatkan atau menimbulkan adanya masalah-masalah baru. Masalah belajar itu dialami oleh siapa saja sepanjang hidupnya, dimana-mana: di rumah-rumah, di sekolah, di tempat kerja, di tempat ibadah dan dimasyarakat,serta berlangsung dengan cara apa aja dan dari apa dan siapa saja. Berkembangnya teknologi pendidikan itu tentu saja tentu saja berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Teknologi pendidikan telah nerkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdidri sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan pembenaran.

B. Latar Belakang Sejarah Teknologi Pendidikan
Sejarah teknologi pendidikan seperti yang dikemukan oleh Sir Eric Ashby (dalam Miarso, 2007 : 104-105), tentang terjadinya empat revolusi di dunia pendidikan yang merupakan dasar dari teknologi pendidikan.
Revolusi Pertama terjadi pada saat orangtua atau keluarga menyerahkan sebagian tanggungjawab pendidikannya kepada orang lain, yang secara khusus diberi tanggungjawab untuk itu.
Tidak dapat diketahui secara pasti kapan revolusi ini mulai terjadi, meskipun diketahui masih ada kasus dimana orang tua / keluarga masih melakukan sendiri pendidikan anak-anaknya. Jadi bisa juga berati bahwa revolusi ini telah berlangsung meskipun belum tuntas. Bebera literatur, seperti misalnya Saettler, berusaha menelusuri secara historik perkembangan revolusi ini dengan mengemukakan bahwa kaum Sufi pada sekitar 500 SM menjadikan dirinya sebagai ”penjual ilmu pengetahuan”, yaitu memberikan pelajaran kepada siapa saja yang bersedia memberinya upah atau imbalan. Penalaran logika membenarkan adanya revolusi ini, meskipun ada variasi dalam data empiriknya. Variasi itu lebih merupakan kasus daripada generalisasi.
Revolusi Kedua terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahi tanggung jawab untuk mendidik. Kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
Seperti halnya revolusi pertama tidak dapat diketahui kapan revolusi kedua ini terjadi, namun dapat diterima bahwa hal itu telah dan bahkan masih terjadi.
Revolusi Ketiga muncul dengan ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi dalam bentuk buku atau media cetak lain. Buku hingga saat ini dianggap sebagai media utama disamping guru untuk keperluan pendidikan.
Revolusi ini jelas masih berlangsung, bahkan sedang digalakan. Beberapa pandangan falsafah berpendapat bahwa masyarakat belajar adalah masyarakat membaca. Beberapa ahli menyatakan bahwa dikalangan pendidikan di Indonesia masih berlangsung budaya mendengarkan, dan belum sampai pada budaya membaca. Pandangan ini pada saat ini merupakan landasan dari berbagai kebijakan di bidang pendidikan.
Revolusi Keempat berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronok, diantaranya mesin komunikasi (radio, televisi, tape dan lain-lain).
Sekarang ini mungkin perlu ditambah dengan revolusi kelima dengan berkembangnya teknologi informasiyang serba digital. Dengan adanya revolusi di dunia pendidikan, maka timbul beberapa masalah :
1. Ketidak sanggupan keluarga dalam mendidik dan kurang terbukanya kesempatan belajar
2. Adanya sumber belajar yang beraneka
3. Perlu pengembangan sumber belajar sehingga lebih bermanfaat dengan cara di kelolanya dengan baik sehingga bermanfaat dalam proses belajar
4. Adanya usaha yang terarah dan terencana untuk menggarap.

Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta bertpotensi untuk lebih berdayaguna bagi si penerima. Munculah kemudian konsep keterbacaan (literacy) baru, yang tidak sekedar menuntut pemahaman deretan huruf, angka, kata, dan kalimat, tetapi juga pemahaman visual. Beberapa orang ahli berpendapat bahwa perkembangan media komunikasi ini menjadikan dunia makin ”mengecil”, menjadi suatu ”global village” dimana semua warganya saling mengenal, saling tahu, dan saling bergantungan satu sama lain. Dalam revolusi keempat ini memang wujud yang sangat menonjol adalah peralatan yang makin canggih dan bagi orang awam, hanya wujud yang tampakinilah yang dianggap sebagai satu-satunya ciri yang pertlu diamati.
Revolusi-revolusi tersebut dapat terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi dilain fihak juga menimbulkan masalah baru.

C. Latar Belakang Sejarah Teknologi Pembelajaran
Teknologi Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio-visual. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut ini :















Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale
(Barbara, 1994 : 15)

Dari gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran
Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran..

D. Landasan Falsafah Teknologi Pendidikan
Ada 3 (tiga) landasan falsafah tentang teknologi pendidikan, yaitu :
a. Landasan Ontologi teknologi pendidikan
b. Landasan Epistemologi teknologi pendidikan
c. Landasan Aksiologi teknologi pendidikan

1. Landasan Ontologi Teknologi Pendidikan
Satu pertanyaan kritis yang, “Kenapa disiplin ilmu teknologi pendidikan ada? atau dengan kata lain, “Apa (ontologi) yang melandasi adanya disiplin ilmu teknologi pendidikan?”.
Landasan ontologi teknologi pendidikan berdasarkan (Miarso, 2007 : 116) adalah sebagai berikut :
a. Adanya sejumlah besar orang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh secara mandiri.
Apa misalnya? Data statistik pendidikan menunjukkan bahwa angka melanjutkan sekolah dari SD/MI ke SMP/MTs tahun 2002 adalah 51,2%. Artinya terdapat 48,8% siswa SD/MI tidak dapat melanjutkan ke tingkat SMP/MTs. Upaya apa yang harus dilakukan untuk memberi kesempatan belajar kepada hampir 58,8% siswa yang tidak bisa melanjutkan ke SMP/MTs. Disinilah peran penting adanya teknologi pendidikan yang diperlukan untuk menemukan atau mencarikan solusinya dengan berbagai pendekatan yang sistemis dan sistematik tentunya. Contoh lain? Di sekolah misalnya. Dari 40 siswa dengan hanya satu orang guru, hanya beberapa orang saja yang mendapatkan kesempatan belajar dengan baik. Bagaimana meningkatkan keterlibatan belajar semua siswa secara efektif, efisien dan menarik di kelas? Disinilah perlunya teknologi pendidikan. Contoh lain? Data statistik menunjukkan bahwa angka buta huruf di Indonesia mencapai 3,9 juta jiwa tahun 2005. Bagaimana mereduksi angka buta huruf? Lagi-lagi peran teknologi pendidikan dipentingkan disini. Apa lagi? Bagaimana meningkatkan kualifikasi 2,2 juta guru di Indonesia melalui cara tertentu tanpa guru tersebut harus meninggalkan kelas? Bagaimana meningkatkan kinerja karyawan perusahaan, tanpa harus melalui pendekatan pelatihan konvensional? Semua itu membutuhkan peran penting teknologi pendidikan.
b. Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tapi belum dimanfaatkann untuk keperluan belajar.
Artinya, banyak sumber baik orang, pesan, alat, teknik, maupun lingkungan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan atau dioptimalkan secara tepat dan relevan tapi belum atau bahkan tidak sepenuhnya seperti itu. Misal, teknologi ifnormasi dan komunikasi seperti radio, televisi, internet dan lain-lain memiliki potensi yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan efektifitas, efisiensi dan kemenarikan proses pembelajaran. Parahnya, dalam konteks pendidikan saat ini, masih banyak sekolah, katakanlah yang bersifat teacher-centered, dimana guru adalah satu-satunya sumber belajar. Disinilah letak peran penting atau perlu adanya disiplin ilmu teknologi pendidikan yang berperan dalam mengidentifikasi, merancang, mengembangkan, memanfaatkan dan mengevaluasi sumber-sumber yang relevan dan tepat untuk kondisi pembelajaran tertentu. Beberapa contoh penerapannya adalah pemanfaatan televisi untuk membangun watak anak-anak Indonesia sebagai pengganti sinetron yang “MENYESATKAN” atau pemanfaatan radio untuk meningkatkan pemahaman bercocok tanam yang baik di pedesaan..
c. Perlu adanya suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang dan organisasi.
Artinya, pemanfaatan berbagai sumber seperti dicontohkan di atas memerlukan suatu pendekatan yang terencana, sistematis dan sistemik. Oleh karenanya, harus dipelajari atau dikuasai “elmunya” kata orang Banten. Teknologi pendidikan, memperdalam hal ini dan mengembangkan berbagai bentuk penerapannya. Oleh karena itu, pendekatan isomorfis, yaitu menggabungkan hal-hal yang sesuai dari berbagai kajian bidang kedalam bentuk suatu kebulatan tersendiri untuk memecahkan masalah belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber tersebut.
d. Perlu adanya keahlian dan pengelolaan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebu secara efektif efisien, dan selaras.
Disinilah perlunya dicetak tenaga-tenaga yang memiliki keahlian dalam bidang desain, pengembangan, pengelolaan, pemanfaatan, dan evaluasi baik proses maupun sumber belajar yang tepat dan relevan untuk kondisi kebutuhan pembelajaran tertentu. Upaya pemecahan masalah belajar tidak hanya terjadi dalam dunia persekolahan saja, tapi terjadi dalam konteks masyarakat, organisasi dan industri kerja (maksud saya perusahaan).

2. Landasan Epistimologi Teknologi Pendidikan
Ciri-ciri pendekantan teknologi pendidikan :
a. Keseluruan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaan secara simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya, dan bukan dikaji secara terpisa-pisah.
b. unsur-unsur yang berkempentingan diintregasikan dalam suatu proses komplek secara sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai satu kesatuan, dan ditujuhkan untuk memecahkan masalah.
c. Penggambungan kedalam proses yang komplek dan perhatian atas gejala secara menyeluruh, harus mengadung daya l ipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan dengan sendiri-sendiri.

3. Landasan Aksiologi Teknologi pendidikan
Menurut Presidential commission on intruktional teknologi (1969), adapun manfaat / nilai guna teknologi pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan produtivitas pendidikan, dengan jalan :
• Memperlajut penahapan belajar
• Membantu guru untuk mengunakan waktunya secara lebih
• Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan anak, belajar anak.
b. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sipatnya lebih individual, dengan jalan :
- Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional
- Memberikan kesempatan anak sesuai dengan kemampuannya.
c. Memberikan dasar pengajaran yang lebih ilmiyah dengan jalan :
• perencanaan program pengajaran yang lebih sistematik
• Pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang prilaku
d. Lebih memantapkan pelajaran dengan jalan :
• Meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunukasi
• Penyajian informasi secara lebih konkret
e. Memungkinkan belajar secara lebih akrab karena dapat :
• memgurungi jurang pemisah antara pelajaran didalam dengan luar sekolah
• memberikan pengetahuan tangan pertama
f. Memungkinkan penyajian lebih luas dan merata terutama dengan jalan
• Pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka secara lebih luas
• Penyajian informasi menembus batas giografi

Sedangkan menurut Daued Yosuef (1980), manfaat / nilai guna Teknologi Pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus karena adanya kebutuhan riel yang mendukung pertumbuhan dan perkembangnya yaitu :
a. Tekat mengadakan perluasan dan pemerataan kecepatan belajar
b. keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain penyempurnaan kurikulum penyedian berbagai sarana pendidikan, dan peningkatan kemampuan tenaga pengajar lebih berbagai bentuk dan latihan.
c. penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan pengembangan sesuai dengan tantang zaman dan kebutuhan pembangunan
d. peningkatan partisipasi masyarakat dengan pengembagan dan pemanfaatan berbagai wadah dan sumber pendidikan
e. Penyempurnaan pelaksanan interasi antara pendidikan dengan pembangunan dimana manusia dijadikan pusat perhatian pendidikan

D. Penutup
Teknologi pendidikan telah nerkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdidri sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan pembenaran.
Sekarang ini mungkin perlu ditambah dengan revolusi kelima dengan berkembangnya teknologi informasiyang serba digital. Dengan adanya revolusi di dunia pendidikan, maka timbul beberapa masalah :
1. Ketidak sanggupan keluarga dalam mendidik dan kurang terbukanya kesempatan belajar
2. Adanya sumber belajar yang beraneka
3. Perlu pengembangan sumber belajar sehingga lebih bermanfaat dengan cara di kelolanya dengan baik sehingga bermanfaat dalam proses belajar
4. Adanya usaha yang terarah dan terencana untuk menggarap.

Ada 3 (tiga) landasan falsafah tentang teknologi pendidikan, yaitu :
a. Landasan Ontologi teknologi pendidikan
b. Landasan Epistemologi teknologi pendidikan
c. Landasan Aksiologi teknologi pendidikan




Referensi

Gunawan, Ary H. 1995. Kebijakan Kebijakan Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Yakarta : Rineka Cipta.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Riyana, Cheppy. 2006. Konsep Teknologi Pendidikan (diambil / diakses dari http://www.upi.edu pada tanggal 08 Nopember 2007)

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definis dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Tirtarahardja, Umar dan Sulo, S.L.La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.


ooo 000 ooo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar