Selasa, 29 Desember 2009

APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN


A. Pendahuluan
Sejak dasawarsa 1970-an, masalah pemberian kesempatan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi telah mendapat perhatian yang sangat intens dari pemerintah melalui upaya-upaya perluasan kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan (Perspektif kelembagaan formal). Hal ini seiring dengan makin berkembangnya pemikiran bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan bangsa.
Dalam pemahaman teori Human Capital yang dipelopori oleh Theodore W. Schultz (dalam Suharsaputra, 2007), manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana bentuk kapital-kapital lainnya yang sangat menentukan bagi pertumbuhan produktivitas suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi Sumber Daya Manusia, dengan pendidikan seseorang dapat memperluas pilihan-pilihan bagi kehidupannya baik dalam profesi, pekerjaan, maupun dalam kegiatan-kegiatan lainnya guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Selain pendekatan teori human capital ada dua pendekatan lain yaitu teori fungsionalisme dan teori empirisme. Teori fungsionalisme yang dipelopori oleh Burton Clark (dalam Suharsaputra, 2007), menekankan pada preservation of human resources atau pemeliharaan sumber daya manusia, dimana dalam upaya tersebut perhatian pada perubahan teknologi sangat menonjol sehingga diperlukan pengembangan sistem pendidikan dan pemilihan program-program pendidikan disamping perlunya upaya perluasan pendidikan yang lebih merata dalam konteks interaksi antara lembaga pendidikan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat termasuk perkembangan teknologi yang terjadi dengan cepat.
Sementara itu pendekatan teori empirisme (Suharsaputra, 2007) menekankan pada perlunya diagnosis terhadap masalah pemerataan pendidikan dengan mengkombinasikan antara metodologi dan substansi (Methodological empiricism). Menurut pemahaman teori ini terjadinya ketidakmerataan kesempatan pendidikan merupakan hasil dari perselisihan antara kelas-kelas sosial yang berbeda kepentingan, kelas-kelas sosial yang dianggap elit lebih suka mempertahankan status quo, sementara kelas-kelas populis terus berjuang guna mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan.
Dari ketiga pendekatan tersebut, terlihat adanya perbedaan orientasi dalam melihat masalah pendidikan, namun satu hal yang cukup menonjol adalah berkaitan dengan pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia yang berimplikasi pada perlunya upaya pemerataan pendidikan baik itu sebagai modal/investasi manusia, sebagai pemeliharaan terhadap sumber daya manusia, maupun sebagai aktivitas yang dialami sehari-hari yang terus menerus beninteraksi dengan lingkungan baik sosiologis, ekonomis, maupun lingkungan teknologis. Semua implikasi ini memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari pembuat kebijakan guna menciptakan situasi yang kondusif bagi warga masyarakat berpartisipasi lebih aktif dan bertanggungjawab dalam dimensi pendidikan yang lebih luas.
Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga dengan berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all.
Sejak tahun 1984, pemerintah Indonesia secara formal telah mengupayakan pemerataan pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan wajib belajar pendidikan sembilan tahun mulai tahun 1994. Upaya-upaya ini nampaknya lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Di samping itu pada tahapan selanjutnya pemberian program beasiswa menjadi upaya yang cukup mendapat perhatian dengan mendorong keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Program beasiswa ini semakin intensif ketika terjadi krisis ekonomi, dan dewasa ini dengan Program (Bantuan Operasional Sekolah) BOS untuk Pendidikan dasar, hal ini menunjukan bahwa pemerataan pendidikan menuntut pendanaan yang cukup besar tidak hanya berkaitan dengan penyediaan fasilitas tapi juga pemeliharaan siswa agar tetap bertahan mengikuti pendidikan di sekolah.
Program BOS yang selenggarakan oleh pemerintah, merupakan bentuk perhatian pemerintah akan pentingnya pemerataan pendidikan bagi setiap orang. Hal itu dapat dilihat dengan bebasnya biaya sekolah untuk jenjang SD,SMP dan SMU, Meskipun belum dapat terealisasikan sepenuhnya, akan tetapi hal itu sudah memperlihatkan kemajuan yang signifikan.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang aplikasi teknologi pendidikan dalam pemerataan pendidikan, khususnya Pendidikan Luar Sekolah (PLS).

B. Pemerataan Kesempatan Belajar
Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Sama dengan kebutuhan perumahan, sandang, dan pangan. Bahkan, ada bangsa atau yang terkecil adalah keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan utama. Artinya, mereka mau mengurangi kualitas perumahan, pakaian, bahkan makanan, demi melaksanakan pendidikan anak-anaknya. Seharusnya negara juga demikian. Apabila suatu negara ingin cepat maju dan berhasil dalam pembangunan, prioritas pembangunan negara itu adalah pendidikan. Jika perlu, sektor-sektor yang tidak penting ditunda dulu dan dana dipusatkan pada pembangunan pendidikan.
Negara kita telah lebih dari 20 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun dan telah 10 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak. Apabila perlu, pendidikan dasar enam tahun seharusnya dapat diberikan pelayanan secara gratis karena dalam pendidikan dasar enam tahun atau sekolah dasar kebutuhan mendasar bagi warga negara mulai diberikan. Di sekolah dasar inilah anak bangsa diberikan tiga kemampuan dasar, yaitu baca, tulis, dan hitung, serta dasar berbagai pengetahuan lain. Setiap wajib belajar pasti akan dimulai dari jenjang yang terendah, yaitu sekolah dasar.
Seperti diketahui, sebagian besar keadaan sosial ekonomi masyarakat kita tergolong tidak mampu. Dengan kata lain, mereka masih dililit predikat miskin. Mulai Inpres Nomor 10 Tahun 1971 tentang Pembangunan Sekolah Dasar dan inpres- inpres selanjutnya, negeri ini telah berusaha memberikan pendidikan murah untuk anak bangsanya. Puluhan ribu gedung sekolah dasar telah dibangun dan puluhan ribu guru sekolah dasar diangkat agar pemerataan kesempatan belajar untuk jenjang sekolah dasar dapat dilaksanakan dengan murah, dari kota sampai ke desa-desa. Semua warga negara, kaya atau miskin, diberi kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan dasar enam tahun yang biayanya dapat dijangkau golongan miskin. Kejadian itu dapat dinikmati dalam jangka waktu cukup lama, yaitu sejak dicetuskannya Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun tahun 1984. Sayang, gema wajib belajar itu makin hari makin melemah karena komitmen bangsa ini pada wajib belajar tidak seperti saat dicanangkan. Jika selama ini kita melihat pendidikan tinggi itu mahal, sekolah menengah juga mahal, SMP juga mahal, sekarang kita saksikan memasuki sekolah dasar pun sudah mahal.
Kini kita melihat, hampir semua jenjang sekolah negeri sudah menjadi lembaga komersialisasi karena yang berbicara tidak lagi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh kurikuler, tetapi justru besarnya biaya masuk untuk sekolah dasar. Jika untuk masuk sekolah dasar ditentukan oleh umur, maka seorang anak yang sudah berumur tujuh tahun atau lebih wajib diterima sebagai murid sekolah dasar. Ini adalah ketentuan yang tidak boleh ditawar karena ketentuan untuk masuk sekolah dasar adalah berdasarkan umur.
Agaknya pelaksanaan wajib belajar negeri ini adalah slogan yang selalu didengung-dengungkan. Padahal, dalam kenyataannya, pelaksanaan wajib belajar dihalang-halangi, karena untuk masuk sekolah dasar pun kini harus membayar mahal sehingga masyarakat miskin tidak mungkin dapat membayarnya. Maka terjadilah hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi apabila semua pihak, terutama guru dan kepala-kepala sekolah, menghayati tujuan wajib belajar itu. Bagi masyarakat dan orangtua yang kaya, anaknya akan dapat bersekolah di sekolah negeri, sedangkan yang miskin akan gagal dan tidak bersekolah.
Untuk masuk ke sekolah swasta, masyarakat miskin tidak mungkin mampu membayarnya. Akibatnya, banyak anak bangsa yang tidak akan memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan. Sungguh satu hal yang ironis. Sebab, pada negara yang lebih 60 tahun usianya ini, banyak anak bangsanya akan menjadi buta huruf karena dililit kemiskinan dan negeri ini akan terpuruk karena kualitas sumber daya manusianya tidak mampu bersaing dengan Negara–negara yang lain.

C. Pendidikan Luar Sekolah
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 13, menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, informal dan nonformal. Namun demikian secara konseptual jalur informal sesungguhnya bagian dari pendidikan nonformal, akan tetapi bisa saja terjadi dijalur pendidikan formal.
Di Indonesia Pendidikan Luar Sekolah (PLS) memiliki sejarah yang panjang dan sejalan dengan sejarah tersebut nama PLS berubah-ubah terus. Sejak PLS dinamai Pendidikan masyarakat, kemudian berubah menjadi PLS dan sekarang sesuai UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pasal 13 dinamai Pendidikan Nonformal. Sesuai dengan fungsi PLS yaitu sebagai substitusi, suplemen dan komplemen pendidikan sekolah, PLS mempunyai cakupan garapan yang sangat luas. Di negara maju yang kualitas jalur sekolahnya sudah baguspun peranan PLS masih tetap besar, apalagi di Indonesia dimana sistem pendidikan sekolahnya masih carut marut seperti saat ini. Namun dalam kenyataannya PLS belum dimanfaatkan sesuai dengan potensi dan kemampuannya yang cukup besar sehingga kontribusinya juga belum optimal.
Jalur PLS merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan. Satuan PLS meliputi kursus/lembaga pendidikan keterampilan dan satuan pendidikan yang sejenis. Secara umum, manfaat PLS (Prawiradilaga, 2007:225) antara lain :
• Mempercapat program wajib belajar pendidikan dasar
• Memperluas dan menciptakan lapangan kerja
• Terhadap jalur sekolah dapat menjadi suplemen, komplemen dan substitusi (memberikan pendidikan yang tidak dapat dilakukan jalur sekolah)
• Menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan siap kerja
• Membentuk manusia yang mandiri dan percaya diri
• Mencegah urbanisasi
• Memberantas buta huruf

Dari beberapa manfaat PLS tersebut dapat dikatakan tujuan dari PLS adalah sebagai berikut :
• Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.
• Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan ketrampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
• Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Jenis PLS terdiri atas: 1) pendidikan umum; 2) pendidikan keagamaan; 3) pendidikan jabatan kerja; 4) pendidikan kedinasan; dan 5) pendidikan kejuruan. PLS dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, perorangan atau sekelompok Warga Negara Indonesia atau badan hukum swasta yang berkedudukan di Indonesia dan tunduk kepada hukum Indonesia. Lembaga internasional atau badan/lembaga swasta asing di wilayah Republik Indonesia dapat menyelenggarakan PLS dengan ketentuan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kursus PLS yang diselenggarakan masyarakat (Diklusemas) didaftarkan pada Dinas Pendidikan Kecamatan dan mendapat izin penyelenggaraan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Kursus PLS yang diselenggarakan masyarakat adalah satuan PLS yang menyediakan berbagai jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap mental bagi warga belajar yang memerlukan bekal dalam pengembangan diri, bekerja mencari nafkah dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Kursus dilaksanakan oleh dan untuk masyarakat dengan swadaya dan swadana masyarakat. Seluruh program kursus Diklusemas dikelompokkan ke dalam sepuluh rumpun pendidikan yaitu: kerumahtanggaan, kesehatan, keolahragaan, pertanian, kesenian, kerajinan dan industri, teknik dan perambahan, jasa, bahasa dan khusus.
Di tengah krisis ekonomi seperti sekarang, kursus/lembaga pendidikan keterampilan ini barangkali harus lebih dikedepankan. Kegiatan kursus bukan hanya memberi harapan pada anak putus sekolah yang sulit mencari kerja tetapi juga memberikan jalan bagi banyaknya jumlah lulusan SLTA yang tak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sehingga lembaga kursus selalu mendapat tempat. Di tangan para pengelolanya, lembaga pendidikan ini bisa bergerak cepat mengikuti irama perkembangan dan tuntutan yang terjadi di masyarakat.
Begitu cepatnya antisipasi yang dilakukan para penyelenggara kursus atas tuntutan masyarakat, sangat boleh jadi, lembaga pendidikan nonformal ini tidak begitu berat terkena pukulan akibat krisis ekonomi. Menurut mereka, lulusan SMTA yang akan memasuki perguruan tinggi perlu berpikir ulang, baik mengenai biaya maupun lama waktu belajar yang harus ditempuh. Apalagi, setelah selesai kuliah, para lulusan perguruan tinggi pun belum tentu mudah mendapatkan pekerjaan.
Meski kursus masih dipandang sebelah mata, anak tiri dalam sistem pendidikan di Indonesia itu kini telah tumbuh menjadi sebuah bidang usaha yang nyaris tanpa batas. Tidak sedikit perguruan tinggi swasta bercikal bakal dari kursus. Lembaga-lembaga kursus di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir tumbuh sangat pesat dan berkembang menjadi industri mimpi yang menggiurkan. Banyak warga masyarakat yang rela membayarkan uangnya beratus ribu atau jutaan rupiah sekadar untuk mewujudkan impian. Bahwa kemudian mimpi indah itu tidak terwujud, adalah kenyataan lain yang tidak pernah disesali.
Terlepas dari keberhasilan sejumlah lembaga kursus berkembang menjadi industri jasa yang cukup menjanjikan, masih lebih banyak lembaga kursus yang berjalan terseok-seok. Begitu banyak kursus yang hidupnya hanya seumur jagung. Menurut pengurus Himpunan Penyelenggara Kursus Indonesia (PTS Online, 2007) anggota mereka mencapai 25.000 lembaga kursus yang terbagi dalam 10 rumpun dengan 160 jenis keterampilan. Berapa jumlah sebenarnya kursus yang ada di Indonesia mungkin tidak akan pernah terjawab karena demikian banyak kursus yang berdiri dan ditutup dalam waktu relatif singkat.
Berdasarkan fungsinya, jenis-jenis lembaga kursus itu dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1. Sejenis Bimbingan Tes/Belajar yang bertujuan meningkatkan kemampuan belajar melalui pelajaran tambahan untuk bidang-bidang tertentu seperti IPA, matematika, bahasa Inggris, dan lain-lain dengan sasaran untuk semua pelajar SD-SMTA. Tapi ada yang khusus untuk pelajar pada tingkat tertentu saja, misalnya kelas III SMTA yang akan mengikuti tes UMPTN.
2. Kursus-kursus Keterampilan yang bertujuan memberikan atau meningkatkan keterampilan mengetik, kecantikan, bahasa asing, akuntansi, montir, menjahit, sablon, babysitter, dan lain-lain. Sasaran lembaga ini mayoritas adalah para lulusan SMP dan SMTA yang memerlukan sertifikat keterampilan untuk mencari kerja.
3. Pengembangan Profesi, seperti kursus sekretaris atau humas perusahaan, akuntan publik, kepribadian, dan lain-lainnya. Sasarannya tamatan SMTA sampai perguruan tinggi, dari yang belum bekerja sampai yang sudah bekerja, namun ingin meningkatkan profesionalismenya. Jenis ketiga ini lebih ke arah pembentukan image dalam masyarakat, bukan hanya sekadar memberikan keterampilan teknis saja. Karena itu dari segi waktu pelaksanaan kursus lebih panjang (antara enam bulan sampai dua tahun).

Selain banyak dan beragamnya jenis lembaga kursus, pembinaan terhadap lembaga ini sering menjadi masalah. Dukungan pemerintah terhadap penyelenggaraan PLS selama ini sangat minim. Padahal lembaga kursus membutuhkan dukungan yang lebih besar agar bisa berkembang, terutama menghadapi era global di mana akan terbuka peluang bagi lembaga-lembaga kursus asing masuk ke Indonesia. Hal ini ditambah dengan kenyataan bahwa selama ini ada kesan lembaga kursus diperebutkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Tenaga Kerja. Akibatnya, dalam pembinaan maupun perizinan terjadi tumpang-tindih antara keduanya.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah kemudian mengeluarkan ketentuan baru. Kebijakan baru di bidang pendidikan dan pelatihan ini memberikan penegasan tentang perbedaan antara kursus yang berada di bawah wewenang Departemen Pendidikan Nasional dan latihan kerja yang berada di bawah Departemen Tenaga Kerja. Kursus adalah PLS yang program-programnya diadakan untuk mereka yang belum ada kejelasan tempat kerja yang akan menampung. Sedangkan pelatihan kerja adalah pendidikan pelatihan untuk mengisi lowongan kerja tertentu.
Menyusul dikeluarkannya ketentuan baru dalam pendidikan dan pelatihan ini, akan segera dilakukan standardisasi dan akreditasi untuk jenis-jenis kursus tertentu. Badan akreditasi kursus ini akan terdiri dari unsur-unsur Departemen Pendidikan Nasional, asosiasi profesi, dan industri. Namun demikian, sulit diharapkan akreditasi dapat menjangkau seluruh lembaga kursus yang jenisnya berbagai macam, mulai dari kursus sekretaris hingga kursus membuat kue. Dari sekitar 25.000 lembaga kursus, lebih separuhnya masih tergolong lembaga kursus kecil.
Sudah sepantasnya kursus tidak dianaktirikan lagi dalam sistem pendidikan nasional. Dengan keanekaragamannya, lembaga ini mempunyai sifat dan tujuan yang sama, yakni sebagai penunjang atau pelengkap dari sistem persekolahan yang ada. Sebagai pemacu karier bagi yang sudah bekerja, dan sebagai bekal keterampilan bagi yang belum bekerja. Intervensi pemerintah dalam batas-batas tertentu memang diperlukan, khususnya untuk memacu mutu tenaga pengajar di lembaga-lembaga tersebut.

D. Kontribusi Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan Pendidikan Nasional/SDM
Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan nonformal atau lebih dikenal dengan PLS.
Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor ekonomi
Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah adalah mengerakan program PLS tersebut, karena UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa PLS akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan PLS sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.
Dalam kerangka perluasan dan pemerataan PLS, secara bertahap dan bergulir akan terus ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan PLS. Rencana Strategis untuk mendukung penyelenggaraan PLS menurut Isjoni (2004) baik untuk tingkat propinsi maupun kabupaten kota adalah :
1. Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini;
2. Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B setara SLTP;
3. Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional;
4. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP), Program Pendidikan Orang tua (Parenting);
5. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus; dan
6. Memperkuat dan memandirikan Pendidikan Keterampilan Berbasis Masyarakat (PKBM) yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah.

Selain itu menurut Isjoni (2004), dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah :
1. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS;
2. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil;
3. Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;
4. Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi profesi, lembaga diklat; serta
5. Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.

Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah :
1. Meningkatkan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah;
2. Pembinaan kelembagaan PLS;
3. Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat;
4. Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS;
5. Meningkatkan fasilitas di bidang PLS

PLS menggunakan pembelajaran bermakna, artinya lebih berorientasi dengan pasar, dan hasil pembelajaran dapat dirasakan langsung manfaatnya, baik oleh masyarakat maupun peserta didik itu sendiri. Di dalam pengembangan PLS, yang perlu menjadi perhatian bahwa, dalam usaha memberdayakan masyarakat kiranya dapat membaca dan merebut peluang dari otonomi daerah, PLS pada era otonomi daerah sebenarnya diberi kesempatan untuk berbuat, karena mustahil peningkatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi beban pendidikan formal saja, akan tetapi pendidikan formal juga memiliki tanggungjawab yang sama. .
Oleh sebab itu sasaran PLS lebih memusatkan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan, dan perempuan. Selanjutnya PLS harus mampu membentuk SDM berdaya saing tinggi, dan sangat ditentukan oleh SDM muda (dini), dan tepatlah PLS sebagai alternative di dalam peningkatan SDM ke depan. PLS menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah sejalan dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali, PLS perlu mempertahankan falsafah lebih baik mendengar dari pada didengar, Pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap PLS sebagai upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah..

E. Model Pendidikan Luar Sekolah Hasil Pemikiran Asah Pena
Dalam beberapa tahun terakhir, homeschooling (HS) merebak di beberapa kota di Indonesia. Tak hanya untuk kalangan berada, sekolah rumah itu juga bakal bisa diterapkan terhadap keluarga tak mampu. Belum ada data pasti berapa jumlah anak yang belajar atau bersekolah di rumah alias ber-homeschooling di Indonesia. Namun, saat ini kian banyak orang tua yang berminat memberikan pembelajaran di rumah. Apalagi HS sebagai salah satu pendidikan alternative sudah terakomodasi dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Sisdiknas pasal 27 ayat 1 Di sana disebutkan, "Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri". Ayat 2 menyebutkan, "Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud ayat 1 diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan". Melalui payung hukum itu, mereka yang belajar di rumah sudah tak perlu was-was tentang legalitas sistem pembelajaran mereka.
Namun demikian, citra homeschooling di masyarakat masih beragam. Sebagian menganggap homeschooling mahal. Pasalnya, berbagai macam fasilitas harus dipenuhi sendiri. Misalnya alat-alat laboratorium yang jamaknya disediakan sekolah. Menanggapi hal itu, Daniel M. Rosyid, ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur dalam artikel Pontianak Post Online (Andriayani, 2007), menegaskan bahwa siapa pun dapat ber-homeschooling. Menurutnya, model pendidikan rumah itu justru hadir bagi mereka yang tak mampu dalam hal finansial. Misalnya, keluarga miskin (gakin). Sebab, anak-anak miskin tidak perlu mengeluarkan ongkos seragam sekolah, SPP, maupun uang gedung. Dengan demikian, jatuhnya biaya lebih murah dibandingkan pendidikan formal.
Persoalannya, tidak semua keluarga dari kalangan kurang mampu mengetahui cara untuk mendidikan anaknya dengan model homeschooling. Padahal, saat ini sudah ada lembaga yang menfasilitasi hal tersebut. Di Jawa Timur, salah satu lembaga itu bernama Asosiasi Sekolah Rumah Pendidikan Alternatif (Asah Pena). Beberapa waktu lalu, lembaga yang diketuai Daniel itu telah meneken MoU (memorandum of understanding) dengan Dirjen Pendidikan Luar Sekolah-Depdiknas.
Dirjen PLS menyisihkan 10 persen anggaran mereka untuk digunakan membantu program Asah Pena. Sasarannya adalah program yang membidik pendidikan anak, terutama mereka yang datang dari ekonomi lemah. Misalnya, anak-anak yang mengalami drop out (DO) di suatu daerah akan diberikan bantuan lewat model pembelajaran sekolah rumah. Kegiatan belajar itu bisa dilaksanakan dengan secara berkelompok
Homescooling tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga berduit. Justru prioritas nantinya HS membantu untuk menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar. Asah Pena juga akan membantu memfasilitasi mereka yang memilih HS untuk didaftarkan sebagai komunitas belajar pendidikan non formal. Dengan demikian, pesertanya bisa mengikuti ujian nasional kesetaraan paket A (setara SD), paket B (setara SMP), dan paket C (setara SMA).
Dalam Asah Pena juga berkumpul para guru dan mahasiswa yang siap membantu. Pasalnya, saat ini banyak yang masih salah menafsirkan homeschooling. Meskipun belajar di rumah, namun esensi pendidikan tetap sama. Mereka harus mengacu pada kurikulum standar nasional. Ini mungkin yang masih harus ditekankan pada masyarakat. Asah Pena sendiri telah berdiri sejak 4 Mei 2006 di kantor Depdiknas Jakarta. Asosiasi ini membidani dan mengakomodasikan berbagai kegiatan pendidikan di tanah air oleh beberapa tokoh dan praktisi pendidikan.

F. Peranan Teknologi Pendidikan dalam Pendidikan Luar Sekolah
1. Perlunya Perubahan Paradigma Pendidikan Luar Sekolah
Bagi negara maju dan negara berkembang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sistem informasi yang begitu cepat mendorong berbagai aspek, khususnya sistem pendidikan untuk mengubah visi, misi dan strateginya secara revolusioner. Revolusi pendidikan berarti secara totalitas menjabarkan konsep Teknologi Pendidikan (TP) dalam berbagai bentuk dan tingkatan implementasinya, sehingga efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang ketersediannya sangat terbatas dapat tercapai, dan pendidikan yang sesuai dengan kebituhan masyarakat dapat disediakan.
Dilihat dari karakteristik TP dan PLS (yang didasarioleh andragogi), ternyata cukup banyak persamaan antar keduanya dan terbukti secara empirik bahwa PLS merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep TP. Adapun keterkaitan TP dan PLS menurut Sujarwo (dalam Prawiradilaga, 2007:219) adalah sebagai berikut :
Komponen Pendidikan Teknologi Pendidikan Pendidkan Luar Sekolah
1. Persepsi terhadap sasaran didik
Ada dua kelompok :
a. Individu yang memiliki waktu penuh untuk belajar
b. Individu yang memiliki waktu belajar terbatas
Individu yang :
a. Mandiri dan potensial
b. Mampu dan efektif dalam belajar mandiri
c. Unik yang berbeda antara satu dengan yang lain
Individu yang :
a. Sebagian besar waktunya untuk bekerja
b. Mampu mengatur diri
c. Mampu dan lebih senang belajar mandiri
d. Tidak suka diintervensi dalam menentukan waktu belajarnya

2. Metode pembelajaran yang tepat Mengutamakan metode pembelajaran non konvensional, antara lain: belajar mandiri, belajar kelompok/diskusi, belajar jarak jauh, studi kasus
Karena kesibukannya, belajar mandiri, kelompok diskusi, jarak jauh dan studi kasus lebih tepat digunakan
3. Sumber belajar 1. Berbentuk media pendidikan seperti: e-learning, media AV, modul, TV, radio dan komputer interaktif, 2. Disusun berdasarkan karakteristik peserta didik Mengutamakan media pendidikan seperti: e-learning, media AV, modul, TV, radio dan komputer interaktif

4. Tenaga pendidik Guru atau tutor yang berperan/berfungsi sebagai: pembimbing, pembina, motivator dan fasilisator. Tutor atau instruktur yang berperan/berfungsi sebagai: pembimbing, pembina, motivator dan fasilisator
5. Tempat belajar Sangat fleksibel: bisa di sekolah dan di luar sekolah Sangat fleksibel: bisa dalam setting sekolah bisa dimana saja
6. Waktu belajar Sangat fleksibel: karena menekankan pada belajar mandiri dangan media pendidikan. Sanagt fleksibel: sesuai dengan kesepakatan dan kesiapan peserta didik
7. Lama belajar Menganut toeri mastery learning (belajar tuntas): tidak terpaku dengan waktu yang kaku. Menganut toeri mastery learning: tidak terpaku dengan waktu yang kaku
8. Penilaian dalam belajar,1. Keterlibatran peserta dalam penilaian sangat besar,2. Menekankan pada penilaian oleh peserta belajar sendiri. (self assesmen),1. Keterlibatran peserta dalam penilaian sangat besar, 2. Menekankan pada penilaian oleh peserta belajar sendiri (self assesment)

Paradigma yang mengatakan bahwa adaptasi dan adopsi TP dalam PLS merupakan usaha yang sangat mahal dan kurang cocok dilihat dari sasaran peserta didiknya, merupakan paradigma lama yang tidak secara jujur dan mendalam menganalisnya. Karena perkembangan teknologi yang begitu pesat, yang berinkarnasi menjadi globalisasi informasi (bukan globalisasi informasi menumbuhkan TP), mengakibatkan batas-batas negara, kekangan politik dan batasan wilayah atau pemerintahan dalam penyelenggaraan sistem pendidikannya menjadi tidak berlaku lagi.
Dalam situasi seperti ini, sebetulnya jalur PLS dapat dapat menggunakan peluang emas tersebut dan mengambil manfaat yang sebesar-besarnya untuk mengatasi pengangguran, DO dari jalur sekolah, anak yang tidak sekolah dan pendidikan tinggi, serta warga masyarakat yang ingin meningkatkan keterampilan dan keahliannya, sehingga kehadiran PLS menjadi sangat diperlukan oleh sararan didik (siswa, mhasiswa, pekerja, pegawai, buruh, masyakarat awan, ibu rumah tangga dan lain sebagainya). Hal ini sangat memungkinkan karena konsep TP dalam PLS sangat memungkinkan untuk memberikan pelayanan pendidikan secara serempak dalam cakupan nasional melalui pendidikan jarak jauh yang didukung oleh metode belajar kelompok dan mandiri.
Selain itu, kesesuain sifat TP dan PLS ialah dalam hal manajemen atau sistem pengelolaan kegiatan/kelompok belajar dan pembelajaran yang menekankan pada belajar mandiri. Dengan sistem pembelajaran jarak jauh peserta belajar yang menghadapi berbagai hambatan masih dapat memperolah layanan pendidikan. Melalui belajar jarak jauh, peserta belajar sangat memungkinkan melakukan akses sumber belajar dari segala penjuru dunia dengan cepat dan tepat tanpa hambatan yang berarti.
Oleh sebab itu, perlu diyakini bahwa makin lengkap dan konsisten implementa dan penjabaran konsep TP dalam PLS akan makin kuat peran ekonomi pendidikan yang ditunjukan oleh PLS. Indikator yang menunjukan bahwa PLS merupakan sumber ekonomi pendidikan, diantaranya :
1. Tingkat efisiensi dan efektifitas PLS sangat tinggi, karena hampir semua PLS dirancang dan dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat
2. Secara fungsional, kaitan PLS dengan pendidikan jalur sekolah adalah sebagai substitusi, suplemen dan komplemen pendidikan sekolah.
3. Lulusan PLS baik yang berasal dari pengangguran, pegawai yang ingin meningkatkan profesi dan keterampilannya menjadikan mereka dapat bekerja di dalam negeri dan luar negeri
4. Siswa dari jalur sekolah yang kemampuan akademik dan keterampilan kejuruannya belum memadai, setelah mengikuti kursus teretntu menjadi siswa yang berprestasi
5. Para penyelenggara PLS dapat memperoleh keuntungan dan dapat memperkerjakan cukup banyak pegawai untuk mengelola lembaga PLS , dan mereka merupakan swadaya murni masyarakat tanpa bantuan pemerintah.

Dengan demikian setipa program PLS dapat dikelola dengan pendekatan bisnis yang cukup menguntungkan semua pihak. Selanjutnya, secara makro PLS dapat diukur dari sejauh mana pendidikan sepanjang hayat sudah merupakan bagian dari budaya masyarakat luas.

2. Masalah Penerapan Teknologi Pendidikan dalam Pendidikan Luar Sekolah
Media massa khususnya TV dan media cetak mestinya lebih banyak atau dapat dimanfaatkan untuk program-program pendidikan, yang secara tidak langsung merupakan penerapan TP dalam PLS. Namun dalam kenyataannya, media massa tersebut lebih banyak didominasi oleh tayangan dan gambar mengenai kekerasan, mudahnya memperoleh narkoba, pornografi, simbol-simbol pelanggaran HAM dan ketidakadilan gender. Gencarnya gambar dan tayangan serta berita seperti itu akan mempengaruhi dan membentuk opini dan sikap masyarakat, khususnya anak-anak dan generasi muda kearah sikap dan prilaku yang kontraproduktif.
Oleh karena itu, perlunya peran serta pemerintah dan masyarakat untuk dapat turun serta dalam hal ini, dengan memberikan batasan-batasan kepada media massa, untuk memberikan program-program yang mendidik bukan membodohi masysrakat. Diharapkan dengan peran serta tersebut, kita dapat menikmati media massa yang berisikan pesan-pesan moral yang mendidik baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Selain media massa, tutorial merupakan salah satu metode pembelajaran yang sudah dilakukan sejak zaman dulu kala. Belajar pada jalur PLS lebih menekankan pada peran belajar tutorial, kelompok dan mandiri sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan secara konseptual sangat positif. Namun karena tutor bukan seseorang yang secara khusus dididik sebagai tutor, tetapi guru yang merangkap tutor, sehingga meraka memiliki keterbatasan dalam pemahaman dirinya sebagai tutor. Dengan demikian dalam PLS sebagian tutor belum memenuhi kualifikasi teknis (metodologis dan akademis) sebagai tutor.
Dampaknya ialah proses pembelajaran di PLS dilakukan seperti proses pendidikan di sekolah yang lebih menekankan pada metode ceramah dan tatap mujka yang diperankan oleh guru sebagai tutor. Sedangkan metode belajar kelompok dan mandiri dilakukan dengan seadanya. Dengan demikian tutor pada umumnya belum sepenuhnya mampu melaksanakan tugasnya sebagai tutor yang secara ideal mestinya mampu mengembangkan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan sosial dan komunikasi, dan meningkatkan harga diri peserta didik.
Tutor harusnya mampu melakukan lebih banyak kerja pratik, membantu peserta didik, banyak bertanya bukan menjawab, mendemontrasikan cara menguasai materi pembelajaran melalui proses pembelajaran partisipatif, memberikan cukup contoh-contoh, mengolah dan merespon jawaban-jawaban yang salah, serta mampu menghidupkan dan meluasakan gagawan warga belajar yang sudah berkarat. Secara konseptual, tutoril mestinya dapat dilakukan secara efektif dan efisien termasuk efisien dalam pembiayaan dan dapat meningkatkan prestasi belajar.
Pengembangan kualitas dan kuantitas program PLS sampai saat ini masih sangat terbatas. Misalnya, program Kelompok Belajar Usaha (KBU) dan Magang yang sampai saat ini tidak ada peningkatan kualitasnya. Hal ini terjadi karena desain program dan ketentuan lainnya masih tetap sama sejak dulu, sehingga semakin tidak menarik minat masyarakat karena tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan perkembangan berbagai faktor yang terkait dengan kedua program tersebut.
Program Paket A setara SD dan Paket B setara SLTP juga semakin kehilangan pamornya, karena semakin sedikit warga masyarakat yang tidak bersekolah di SD dan SLTP yang tertarik menjadi peserta belajar di kedua program tersebut. Satu-satunya program PLS yang sangat dinamis dalam perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan den teknologi ialah kursus-kursus yang diselenggarakan masyarakat. Bahkan sekarang banyak lembaga kursus yang berkerjasama dengan negara lain dan telah menyusun standar kompetansi internasional, sehingga tamatannya diakui oleh negara tersebut dan dapat bekerja di negara asing lainya.

G. Penutup
Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga dengan berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all.
Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Sama dengan kebutuhan perumahan, sandang, dan pangan. Bahkan, ada bangsa atau yang terkecil adalah keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan utama. Artinya, mereka mau mengurangi kualitas perumahan, pakaian, bahkan makanan, demi melaksanakan pendidikan anak-anaknya. Seharusnya negara juga demikian. Apabila suatu negara ingin cepat maju dan berhasil dalam pembangunan, prioritas pembangunan negara itu adalah pendidikan. Jika perlu, sektor-sektor yang tidak penting ditunda dulu dan dana dipusatkan pada pembangunan pendidikan.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yaitu sebagai substitusi, suplemen dan komplemen pendidikan sekolah, PLS mempunyai cakupan garapan yang sangat luas. Di negara maju yang kualitas jalur sekolahnya sudah baguspun peranan PLS masih tetap besar, apalagi di Indonesia dimana sistem pendidikan sekolahnya masih carut marut seperti saat ini. Namun dalam kenyataannya PLS belum dimanfaatkan sesuai dengan potensi dan kemampuannya yang cukup besar sehingga kontribusinya juga belum optimal. Jalur PLS merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.
Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah adalah mengerakan program PLS tersebut, karena UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa PLS akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan PLS sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.
Bagi negara maju dan negara berkembang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sistem informasi yang begitu cepat mendorong berbagai aspek, khususnya sistem pendidikan untuk mengubah visi, misi dan strateginya secara revolusioner.




Referensi


Andriyani, Titik dan Anita Rachman. 2007. Model Pendidikan Luar Sekolah hasil Pemikiran Asah Pena. Pontianak Post Online. (http://www.pontianakpost.com/ berita/index.asp?Berita=Edukasi&id=137047, diakses tanggal 1 Desember 2007).
Isjoni. 2004. Pendidikan Luar Sekolah. www.pendidikan.net. (http://re-searchengines. com/isjoni13.html, diakses tanggal 1 Desember 2007).
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Yakarta : Rineka Cipta.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

PTS Online. 2007. Kursus: Pendidikan Luar Sekolah. (http://www.pts.co.id/ kursus.asp, diakses tanggal 1 Desember 2007).

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definis dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Suharsaputra, Uhar. 2007. Pemerataan Pendidikan. (http://tappkipmkng.wordpress. com/2007/05/03/pemerataan-pendidikan, diakses tanggal 1 Desember 2007).

Tirtarahardja, Umar dan Sulo, S.L.La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.


ooo 000 ooo
Baca Selengkapnya - APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN

Senin, 28 Desember 2009

APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

A. Pendahuluan
Berbicara tentang teknologi pendidikan (education technologi) atau teknologi pembelajaran (instructional technologi) tidak lepas dari definisi yang diungkapkan oleh Molenda dalam teknologi pendidikan dalam komik (Kurniawan, Agus, dkk: 2007,130) Teknologi pendidikan adalah profesi yang menerapkan ilmu pengetahuan terkait dengan pembelajaran/ instruksional dan seni mengajar yang diperoleh melalui penelitian dan pengalaman untuk mengembangkan dan mengelola secara ekonomis dan elegan, system dan materi instruksional yang mendukung dan menjadi bagian dari lingkungan belajar yag manusiawi dan efektif sehingga menjadi mudah di akses oleh banyak orang demi kemajuan dan kesejahteraan umat manusia. Atau dapat juga dapat disingkat Teknologi pembelajaran itu adalah suatu profesi yang menciptakan proses belajar yang mudah diperoleh dan dimanfaatkan oleh orang banyak.
Dari hal tersebut maka Teknologi Pendidikan dengan dunia pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan 3 sisi atau bagian yang tidak dapat terpisahkan. Ketiganya merupakan hal yang padu dan harus membentuk suatu system yang utuh sehingga dapat menciptakan sumber daya manusia yang tangguh dan mampu mengelola alam secara bijak.
Luasnya dan dalamnya teknologi pendidikan masuk pada teknologi pengajaran menjadi hamper disemua lini selalu dapat dijumpai adanya teknologi pendidikan mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling canggih sekalipun.
Pentingnya teknologi pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan menjadi sangat penting untuk dibicarakan oleh mahasiswa teknologi pendidikan agar memiliki wawasan dan pandangan tentang perkembangan dan penggunakan teknologi pendidikan dalam pengajaran atau instruksional.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hamper semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia disatu sisi perubahan tersebut juga membawa manusia ke era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatan sumber daya manusia. Oleh karena itu, peningkatan sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dihadapi dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan mutu pendidikan khususnya dan kualitas sumber daya manusia pada umumnya. Hal ini senada dengan tujua pendidikan nasional: untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sebagai salah satu konsekuensi logis upaya peningkatan sumber daya manusia yaitu upaya peningkatan kualitas pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas pendidikan diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana pendayagunaan teknologi Pendidikan untuk meningkatan mutu pendidikan di Indonesia dan penerapan e-learning dalam pendidikan jarak jauh dalam peningkatan mutu pendidikan.



B. Pengertian Aplikasi Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan menurut Miarso dalam buku menyemai benih teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian atau disiplin keilmuan yang berdiri sendiri (Miarso: 2007, 62).
Ditinjau dari pendekaan pendidikan, teknologi pendidikan adalah suatu proses yang bersistem dalam usaha mendidikan atau membelajarkan. Dalam proses yang bersistem ini kemungkinan besar digunakan teknologi pendidikan sebagai produk (Miarso: 2007, 76).
Pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa aplikasi teknologi sebagai penerapan dari suatu disiplin ilmu yang membahas proses dalam usaha mendidik atau membelajarkan, dan dalam proses mendidik atau membelajarkan tersebut kemungkinan besar menggunakan teknologi.

C. Pengertian Mutu Pendidikan
Dalam rangka umum mutu pendidikan mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja / upaya) baik berupa barang maupun jasa. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikna. Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti : bahan ajar (kognitif, psikomotorik, afektif), metodologi yang bervariatif sesuai dengan kemampuan guru, sarana dan prasarana sekolah, dukungan administrasi, sumber daya dan dukungan lingkungan yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan berfungsi mensikronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan saran pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik dalam konteks intrakurikuler maupun dalam konteks ekstrakurikuler, baik dalam substansi akademis maupun non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Mutu dalam konteks “hasil belajar” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap waktu cawu, akhir semester, akhir tahun, 5 tahun bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (studens achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta, Ebtanas). Dapat pula prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: computer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb (Depdiknas, 2003).
Dari uraian tersebut dapat simpulan bahwa mutu pendidikan adalah tingkat keunggulan hasil kerja dalam pendidikan baik yang berupa proses pendidikan maupun dalam hasil pendidikan.

D. Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan
Aplikasi teknologi pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah penerapan teknologi pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu yang membahas proses mendidik atau membelajarkan tersebut kemungkinan besar menggunakan teknologi sebagai upaya peningkatan keunggulan hasil kerja dalam bidang pendidikan baik yang berupa proses pendidikan maupun berupa hasil pendidikan.
Menurut Miarso (2007:78) beberapa pedoman umum dalam aplikasi teknologi pendidikan dan implemasinya, yaitu :
1) memadukan berbabagi macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa dan lain-lain
2) Memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serampak, dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di antaranya.
3) Digunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar.
4) Tumbuhnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan atau unsure mempunyai nilai-nilai lebih dari sekedar penjumlahan. Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah.

E. Aplikasi E-learning dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Di era global seperti ini informasi merupakan “komoditi” sebagaimana barang ekonomi lainnya, peran ini semakin hari semakin nyata dan kian hari kian besar. Karena hal tersebut sekarang telah lahir masyarakat informasi (information age) dan masyarakat ilmu (knowledge society).
Dunia pendidikan di seluruh dunia juga tidak lepas dari pengaruh adanya informasi karena informasi dan pendidikan juga sangat erat hubungan apalagi dengan pengetahuan. Informasi melalui elektronik yang saat ini sangat popular (sebut saja internet) merupakan salah satu wujud e-learning (pembelajaran elektronik).
Jumlah halaman dalam www yang semakin hari semakin melimpah menjadi e-learning merupakan alternatif yang pas dalam peningkat kualitas sumber daya manusia khususnya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Teknologi merupakan alat yang diharapkan dapat mempermudah proses transfer of learning terhadap peserta didik. Dalam perkembangannya menuru Soekartawi (2007:198) perkembangan teknologi e-learning yang didukung oleh computer dikenal sebagai Computer Base Learning (CBL) atau computer assisted learning (CAL) yang dapat dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu:
• Technology-based learning dan
• Technology-based web-learning

Technology-based learning pada prinsipnya terdiri atas Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail, telephone) dan Video Information Technologies (misalnya video tape, video text, videa massaging). Sedangkan technology-base web learning pada dasarnya adalah data informasi technologies (misalnya bulleting board, internet, email, dan telecolaboration).
Teknologi tersebut sangat cocok dipergunakan untuk pembelajaran jarak jauh karena jumlah pendudukan Indonesia yang mencapai ratusan juta, dan keadaan geografis Indonesia yang kepulauan tentu kedua teknologi tersebut merupakan alternatif yang perlu, disamping untuk pemerataan kesempatan pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.
Karakteristik dari e-learning adalah :
• Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dimana guru dan siswa atau sesame guru dan juga sesama siswa dapat saling berkomunikasi dengan relative mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang bersifat protokoler
• Memanfaatkan keunggulan computer (digital media computer network)
• Menggunakan bahan ajar mandiri (self learning materials) disimpan di computer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja pada saat yang bersangkutan memerlukannya
• Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, dan hasil kemajuan belajar dan berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat setiap saat dilihat dikomputer.

Pemanfaatan e-learning tidak dapat lepas dari internet, pada zaman dahulu pembelajaran masih didominasi oleh peran guru (the era of teacher), kemudian bergeser menjadi guru dan buku (the era teacher and book) dan saat ini telah mengalami pergeseran peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology).
Dalam penggunakan e-learning ada 4 hal yang perlu dipersiapkan yaitu:
a. Melakukan penyesuaian kurikulum, kurikulum harus berifat holistic dimana pengetahuan, keterampilan dan nilai (values) diintegrasikan dalam kebutuhan di era informasi (competency-based curriculum)
b. Melakukan variasi cara mengajar untuk mencapai dasar kompetensi yang ingin dicapai dengan bantuan komputer
c. Melakukan penilaian dengan memanfaatkan teknologi yang ada menggunakan computer, online assessment system
d. Menyediakan material pembelajaran seperti buku, computer, multimedia, studio, dan lain-lain yang memadai
Jika ke-4 hal tersebut dapat dicapai maka proses pembelajaran dapat melibatkan peserta didik (siswa) secara aktif dan mandiri (active learners) dapat diwujudkan. Menurut Elangoan dan Soekartawi dalam Mozaik Teknologi Pendidikan (2007:201), manfaat dan petunjuk yang diberikan dengan penggunaan internet sebagai media pembelajaran adalah:
1) Tersedianya fasilitas e-moderating dimana guru dan siswa dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi secara mudah dengan fasilitas internet dimana saja, kapan saja tanpa di batasi oleh jarak, tempat dan waktu
2) Guru dan siswa menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya dapat saling menilai berapa jauh bahan ajar dipelajari
3) Siswa dapat mereviuw kapan saja dan dimana saja mengingat bahan belajar yang tersimpan dikomputer
4) Bagi siswa yang memerlukan tambahan informasi dapat melakukan akses di Internet
5) Baik guru dan siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat dilakukan dengan banyak orang sehingga menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
6) Berubahnya peran siswa dari kebiasan pasif menjadi aktif
7) Relatif lebih efisien, jika mereka tinggal jauh dari tempat perguruan tinggi atau sekolah yang bersangkutan atau bagi mereka yang sibuk bekerja, bertugas di kapal, luar negeri dan lain-lain.

Sedangkan kekurangan atau kelemahan penggunakan e-learning untuk pendidikan khususnya pendidikan jarak jauh adalah sebagai berikut
 Kurangnya interaksi antara guru dan siswa secara langsung bahkan antar siswa itu sendiri sehingga memperlambar pembentukan values dalam proses belajar mengajar
 Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan mendorong aspek bisnik dan komersial
 Prose belajar mengajarnya cenderung kea rah pelatihan daripada pendidikan
 Berubahnya peran guru yang dari semula menguasai teknik pembelajaran, kini dituntut untuk menguasai teknik pembalajaran melalui ICT
 Siswa yang tidak memiliki motivasi tinggi cenderung gagal
 Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet
 Kurangnya mereka yang mengetahui dan menguasai internet
 Kurangnya penguasaan bahasa computer

Penggunaan teknologi e-learning di sekolah-sekolah dapat meningkatan mutu pendidikan karena dengan teknologi tersebut, semua mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pembelajaran. Karan e-learning menawarkan kemudahan baik waktu dan kesempatan, tidak mengenal usia, dimana saja. Tentu saja untuk daerah yang mempunyai fasilitas internet.

F. EdukasiNet Pembelajaran Berbasis internet
Telah dibahas bagaimana penting dan luasnya penggunaan teknologi pendidikan untuk meningkatan kualitas, penyebaran akses pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan. Salah satu program yang ditelurkan Depdiknas sebagai wajud nyata adalah pembentukan Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas), pada tahap-tahap awal memeng jardiknas hanyadi prioritasnya untuk sekolah-sekolah kejuruan pada akhirnya semua semua diharapkan memiliki jaringan internet yang dapat digunakan untuk proses belajar mengajar.
Internet merupakan jaringan global yang menghubungkan komputer satu dengan komputer lainnya dalam bentuk LAN atau WAN maupun hubungan personal komputer terhadap jaringan internet.
Hal ini menjadikan halaman internet merupakan bagian yang sangat strategis dalam media pembelajaran sehingga dapat meningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa dan guru dalam menguasai teknologi pendidikan khususkan teknologi komputer dan internet.
Pembelajaran berbasis internet yang dikeluarkan oleh Depdiknasi di beri nama EdukasiNet, yang beralamat pada e-dukasi.net.
Kedepan situs ini dapat terus dikembangkan dan dilengkapi dengan seluruh mata pelajaran dan seluruh jalur pendidikan, bimbingan belajar, bimbingan dan penyuluhan/konsultasi, tutorial, remedial, e-mail, forum diskusi, mailing list, ujian kemampuan, bank soal, pengetahuan populer dan lain-lain.
Disamping itu e-dukasi.net diharapkan mampu memberikan informasi praktis tentang pengetahuan baik terhadap siswa maupun pada guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari.


Gambar 1. Jaringan internet sangat komplek


Gambar 2. Tampilan homepage e-dukasi.net

Fitur-fitur yang ditawarkan dalam e-dukasi.net bersifat nasional dapat di akses dan download dengan mudah (friendly), siapa saja boleh menggunakan asal tidak mengabaikan hak cipta dan hak kekayaan intelektual.
Edukasi.net di mulai tahun 2002 dan pada tanggal 11 Agustus 2003 bersamaan dengan pencangan bulan telematika dan menkominfo di louncing E-dukasi,net sebagai situs resmi pendidikan indonesia.
Manfaat yang diberikan dari situs edukasi.net adalah sebagai berikut:
• siswa dan guru dapat memperoleh sumber belajar yang sesuai dengan kurikulum
• guru dan siswa atau siswa dengan siswa lain dapat melakukan diskusi melalui forum diskusi
• Guru dan siswa saling dapat bertukar informasi melalui mailing list
• Guru dan siswa dapat mendownload materi pelajaran yang diperlukan
• Sumber belajar dapat diakses dimana saja dan kapasn saja.

Pemanfaat E-dukasi.net dapat dilakukan dengan beberapa pola seperti:
 Pola pemanfaatan di laboratorium komputer
 Pola pemanfaatan di ruang kelas
 Pola penugasan
 Pola pemanfaat induvidual

G. Penutup
Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas salah satu dengan cara peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan diantaranya dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi pendidikan. Dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dipandang sebagai sebagai proses pendidikan dan hasil pendidikan
E-learning sangat cocok digunakan untuk pembelajaran pada tempat-tempat seperti Indonesia yang luas dan berpulau-pulai, tempat sekolah jauh, orang yang sibuk bekerja karena sifatnya yang fleksibel dapat di buka kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja.
E-dukasi.net merupakan salah satu tujukan teknologi pendidikan yang dapat digunakan dengan pola Pola pemanfaatan di laboratorium komputer, Pola pemanfaatan di ruang kelas, Pola penugasan, Pola pemanfaat induvidual
Peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan dari siswa-siswa diruang-ruang kelas, jika dalam ruang kelas mutu pendidikan mengalami peningkatan maka secara nasional mutu pendidikan juga akan meningkat.








Referensi


Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Umaedi. (2003). Menajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Depdiknas. Jakarta


ooo 000 ooo

Baca Selengkapnya - APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

LANDASAN TEORI KOMUNIKASI DAN INFORMASI

A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet.
Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.
Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan.
Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman.
Pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai “cyber classroom” atau “ruang kelas maya” sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut “interactive learning” atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet.
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas.
Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2) upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear.
Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.
Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain. Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah bergesar menjadi berpusat pada siswa.
Teknologi Pembelajaran sebagai bagian dari Teknologi Pendidikan yang merupakan spesialisasi dari ilmu pendidikan di satu sisi dan di sisi lainnya belum merupakan suatu disiplin ilmiah, karena masih terbatasnya teori yang dihasilkan yang mempunyai kemampuan generalisasi dan prediksi atas gejala yang diamatinya. Untuk itu dibutuhkan teori teori dari disiplin ilmu lain yang dipinjam untuk diramu jadi teori baru, salah satunya adalah teori Komunikasi dan Informasi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai landasan teori komunikasi dan informasi dalam teknologi pendidikan.

B. Landasan Teori Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai pengertian dari dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, mempunyai pengertian luas yang meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi mempunyai pengertian segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala aspek yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/ pemindahan informasi antar media menggunakan teknologi tertentu.
Suatu sistem yang kurang mendapatkan informasi akan menjadi lemah dan akhirnya berakhir. Informasi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai berikut: Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Sumber dari informasi adalah data. Data merupakan bentuk jamak dari bentuk tunggal data atau data item. Data adalah kenyataan yang menggambarkan sesuatu yang terjadi pada saat tertentu.
Industri Teknologi Informasi didefinisikan sebagai pengembangan teknologi dan aplikasi dari computer berbasis komunikasi untuk memproses, penyajian, mengelola data. Termasuk didalamnya pembuatan hardware computer dan komponen computer ; pengembangan software computer dan berbagai jasa yang berhubungan dengan computer ; bersama-sama dengan perlengkapan komunikasi pembuatan komponen dan jasa.
Oxford English Dictionary (OED2) edisi ke-2, mendefinisikan Teknologi Informasi adalah hardware dan software, dan bisa termasuk didalamnya jaringan dan telekomunikasi yang biasanya dalam konteks bisnis dan usaha. Jadi istilah Teknologi Informasi adalah Teknologi yang memanfaatkan computer sebagai perangkat utama untuk mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat.
Interaksi pembelajaran merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbalbalik antara siswa, mahasiswa dengan guru, dosen dalam memahami, mendiskusikan, Tanya jawab, mendemonstrasi, mempraktekkan materi pelajaran di dalam kelas.
Pertama kalinya Komunikasi disebut sebagai landasan dari Teknologi Pendidikan atau Teknologi Pembelajaran di tahun 1970 di definisi kedua dari The Commision on Instructional Technology yang dipimpin oleh Sidney Ticton sehingga menjadi dasar pengembangan definisi Teknologi Pendidikan atau Teknologi Pembelajaran berikutnya.
Komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai apa yang dibicarakan dan dinamakan komunikatif apabila terjadi kesamaan bahasa dan kesamaan makna antara komunikator dan komunikan.
Edgar Dale (1956) yang terkenal dengan Kerucut pengalamannya menyebutkan bahwa Teori Komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan effektivitas bahan audiovisual (Miarso,2007). Pada masa itu pendekatan dalam Teknologi Pendidikan masih condong ke pendekatan media, sehingga “ kerucut pengalaman” Dale dipandang secara keliru sebagai model klafisikasi media yang bertolak dari Teori Komunikasi. Kerucut ini melukiskan analogi visual berdasarkan tingkat kekonkritan dan keabstrakan metode mengajar dan bahan pembelajaran. Tujuannya untuk menggambarkan deretan pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui symbol komunikasi, yang didasarkan pada suatu rentangan (continuum) pengalaman dari yang konkrit ke yang abstrak.
Hobart berpendapat cara yang paling berguna untuk memahami dan meningkatkan efisiensi bidang audiovisual adalah melalui konsep komunikasi. Orientasi Komunikasi menyebabkan lebih diperhatikannya proses komunikasi informasi secara menyeluruh.
Pada awalnya Teori Komunikasi yang paling mendapat perhatian adalah teori yang dikemukakan oleh Shanoon & Weaver yang merupakan teori matematis dalam Komunikasi bersifat linear dengan arah tertentu dan tetap yaitu dari sumber (Komunikator) kepada Penerima (Komunikan) / unsur yang masih dapat diperhatikan dalam teori ini adalah sebagai sumber gangguan /unik) yang senantiasa ada dalam setiap situasi.
Teori ini sepenuhnya disempurnakan oleh Schramm dengan menambahkan 2 unsur baru yaitu lingkup pengalaman (field of experience) dan umpan balik. Oleh sebab itu penekanan pada adanya kesamaan interpretasi adalah arti lambang yang dipakai.
Teori Komunikasi Berlo merupakan pendekatan baru karena merupakan teori tidak linear bahkan ditujukan dinamika dalam hubungan diantara unsur unsur. Model ini merupakan pembaruan karena implikasi dalam Teknologi pendidikan menyebabkan dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari Teknologi Pendidikan. Isi pesan bersurat struktur dan penggarapan juga merupakan bagian Teknologi Pendidikan.
Segala bentuk pesan (lambang, verbal, taktil serta ujud nyata) merupakan bagian dari keseluruhan proses komunikasi dan dengan demikian juga merupakan bagian Teknologi Pendidikan sehingga model ini memberikan jalan untuk berbagai macam penelitian yang berhubungan dengan unsur-unsur yang saling berhubungan. (Miarso, 2007).
Yamin (2007:75) mengatakan Proses Pembelajaran di kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, dan diharapkan pengajar mengembangkan kapasitas belajar, kompetensi dasar dan potensi dan memusatkan perhatian siswa secara penuh sehingga dapat ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran, mengembangkan cara-cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian proses pembelajaran itu sendiri.
Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian proses, sumber dan system untuk belajar. (Miarso, 2007;194)
Belajar adalah merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode/perlakuan).
Peristiwa Pembelajaran (Instructional events) dalam Miarso (2007;254) adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut:
1. menarik perhatian agar siap menerima pelajaran;
2. memberitahukan tujuan pelajaran agar anak-didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar itu;
3. merangsang timbulnya ingatan atas ajaran sebelumnya;
4. presentasi bahan ajaran;
5. memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar;
6. membangkitkan timbulnya unjuk kerja (merespons);
7. menilai unjuk kerja;
8. memperkuat retensi dan transfer pelajaran.

Belajar menurut Meier (2002) dalam Yamin (2007) adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi keaktifan.
Teknologi menurut J. Anglin (1991) adalah penerapan ilmu ilmu perilaku dan alam serta pengetahuan lain secara bersistem dan menyistem, untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi manusia (Miarso. 2007;302)
Media Pembelajaran menurut Miarso (2007;458) adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali;
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan kemudahan yang diberikan dalam mendukung kegiatan pembelajaran, contohnya dalam media pembelajaran, dapat dimanfaatkan fasilitas internet untuk memudahkan proses pengambilan referensi materi pembelajaran.

C. Pengaruh Teknologi Komunikasi dan Informasi terhadap Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dalam kelas peranan pengajar diharapkan dapat lebih meningkatkan partisipasi peserta didik dalam kegiatan belajar, bentuk partisipasi siswa terjadi bila adanya interaksi dalam proses pembelajaran di kelas.
Persoalan terjadi bila komunikasi tersebut hanya sepihak yaitu dilakukan dari atas ke bawah atau antara guru dengan siswa, dan komunikasi dalam koridor edukatif. Komunikasi antara siswa dengan guru adalah penyampaian pesan (materi) pelajaran, perkuliahan, dan terlaksana hubungan timbal baik.
Penyampaian pesan tersebut agar efektif ada beberapa prinsip desain pesan pembelajaran antara lain meliputi : (1)prinsip kesiapan dan motivasi, (2)penggunaan alat pemusat perhatian, (3)partisipasi aktif siswa, (4)perulangan dan (5) umpan balik.
Semua prinsip tersebut dalam kegiatan pembelajaran menimbulkan interaksi siswa sehingga terpenuhi konsepsi komunikasi yang mengandung pengertian memberitahukan pesan, pengetahuan, dan fikiran-fikiran dengan maksud mengikutsertakan peran siswa dalam proses pembelajaran sehingga persoalan-persoalan yang dibicarakan milik bersama, dan tanggung jawab bersama. (Yamin, 2007:163)
Teori komunikasi Berlo merupakan pendekatan baru karena tidak linear dan implikasinya dalam teknologi pendidikan yang menyebabkan dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi pendidikan, dan isi pesan beserta struktur dan penggarapannya serta bentuk pesan merupakan bagian dari keseluruhan proses komunikasi sehingga model ini juga membuka jalan untuk berbagai macam penelitian yang berhubungan dengan unsure unsure dan saling hubungannya (Miarso, 2007;115)
Teori Berlo tersebut menurut Rogers dan Kincaid masih mengandung beberapa kelemahan sehingga mereka mengajukan teori baru yaitu Teori Konvergensi, di mana tidak dibedakannya antara sumber dan penerima karena peranan dapat berlangsung serentak dalam suatu komunikasi, tidak berlangsung antar individu melainkan dalam suatu realitas social, tidak ada awal dan akhir sepanjang manusia sadar akan diri dan lingkungannya.
Berbagai teori dan model telah memberi pengaruhi dalam bidang pendidikan umumnya dan teknologi pendidikan khususnya, untuk lebih tepatnya saling mempengaruhi hingga timbul perkembangan berbagai kecenderungan yang meliputi : (Miarso, 2007, 116)
(1) Pendidikan seumur hidup yang berlangsung sepanjang orang sadar akan diri dan lingkungan;
(2) Pendidikan gerak cepat dan tepat yang lebih mengacu pada kemampuan untuk hidup di masyarakat;
(3) Pendidikan yang mudah dicerna & diresapi;
(4) Pendidikan yang menarik perhatian dengan cara pengajaran yang bervariasi dan merangsang sebanyak mungkin indera;
(5) Pendidikan yang menyebar, baik pelayanannya maupun peranannya;
(6) Pendidikan yang mustari (tepat saat) menyusup tanpa niat sebelumnya yaitu pada saat ada kekosongan pikiran.
Kesemua itu merupakan landasan strategis dalam perkembangan Teknologi Pendidikan. Sejak berkembangnya Teknologi di bidang Komunikasi dengan ditemukannya Satelit Komunikasi dan Serat optik Pendidikan umumnya dan Teknologi Pendidikan / Pembelajaran khususnya semakin luas jangkauannya.
Adanya penemuan teknologi di bidang komunikasi di atas system pembelajaran semakin inovatif di tahun 1972 telah dirintis SD PAMONG, 2 (dua) tahun kemudian PPSP (Prosedur Pengembangan Sistem Pembelajaran) dan di tahun 1978 muncul system pembelajaran terbuka dalam bentuk SMP Terbuka. Enam Tahun berikutnya system Pembelajaran Jarak Jauh dan sekarang Universitas Terbuka dll.
Peranan Informasi sendiri sebagai landasan Pendidikan umumnya dan Pembelajaran khususnya tidak dapat dilepaskan dalam pengembangan teknologi pendidikan dan pembelajaran di masa depan, sejak ditemukannya teknologi di bidang informasi yaitu komputer tujuan pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya makin mudah dicapai. Sejak tahun 1980-an penggunaan computer di sekolah telah dimulai dan sekarang beberapa sekolah telah memakai internet.
Adanya integrasi antara Teknologi Komunikasi dan Informasi pada Pembelajaran besar pengaruhnya pada dunia pendidikan pada umumnya dan pembelajaran khususnya, dengan munculnya konsep globalisasi dengan munculnya internet di bidang pembelajaran membuatnya tidak terbatas ruang dan waktu.
Pengaruh lainnya jelas terlihat dalam pembelajaran di jenjang Perguruan Tinggi yaitu: (Miarso, 2007:494)
(1) Pembelajaran di luar kampus untuk orang dewasa akan semakin berkembang, dan merupakan segmen yang tumbuh pesat dalam pendidikan lanjutan;
(2) Mahasiswa dalam perguruan tinggi kecil akan mempunyai akses lebih besar dari berbagai sumber;
(3) Perpustakaan, bilamana berkembang menjadi pusat sumber belajar dalam berbagai bentuk, akan merupakan ciri dominan dalam kampus misalnya perpustakaan elektronik, email dsb;
(4) Bangunan kampus akan berserak, dengan adanya kampus inti di pusat dan sejumlah kampus satelit yang menimbulkan keakraban pada masyarakat dengan ukurannya yang kecil;
(5) Tumbuhnya profesi baru dalam bidang media dan teknologi
 Tuntutan bagi semua mahasiswa (dan semua warga civias) untuk menguasai teknologi tertentu, sekurangnya computer;
 Calon guru sekolah lanjutan dan calon dosen harus dilatih dalam penggunaan teknologi instruksional;
 Pengalihan dana yang semula untuk membangun gedung di kampus, untuk biaya operasi pengajaran di luar kampus;
 Diperlukan tes yang lebih banyak dan lebih baik, untuk menilai kemajuan belajar mahasiswa yang belajar dengan menggunakan teknologi baru.

D. Aplikasi Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan
Salah satu fungsi Teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK) adalah sebagai media dalam proses pendidikan. Aplikasi TIK sebagai media dalam proses pendidikan dapat dilaksanakan melalui banyak cara diantaranya adalah sebagai berikut.
a. E-Learning
E- Learning atau pembelajaran melalui online adalah pembelajaran yang pelaksanaanya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelit atau komputer. Seperti Kursus atau pendidikan dengan media pembelajaran jarak jauh (distance learning) dan cyber classroom.
b. E-Library
Merupakan perpustakaan online yang berisikan 800 milyar informasi tentang ilmu pengetahuan dll.

c. Virtual University
Merupakan aplikasi dari proses pendidikan jarak jauh, dimana virtual university merupakan salah satu kemudahan yang diberikan layanan internet bagi pembelajar yang mengalami kesulitan dalam hal waktu tatap muka langsung, dan tentunya dalam prosesnya tidak mengurangi kualitas dari pendidikan tersebut.
d. EdukasiNet
Merupakan situs pembelajaran berbasis internet; artikel, rancangan pengajaran, bahan ajar, proyek pendidikan, kurikulum, tutor, pusat sebaran dan penerbitan, forum diskusi, Interactive school magazine, video teleconference (kelompok diskusi berpusat di Global School Network, cu-seeme-schools@gsn.org), TV Edukasi dan search engine. Bentuk-bentuk pengembangan lain internet dalam media pendidikan Lab Online (Virtual Laboratory), Data base materi yang ter-update, RealtimeWeb sharing dan diskusi
e. JARDIKNAS
JARDIKNAS merupakan Wide Area Network (WAN) Pendidikan skala Nasional . JARDIKNAS terdiri dari 4 zona jaringan, meliputi:
• JARDIKNAS Kantor Dinas/Insitusi (DiknasNet)
• JARDIKNAS Perguruan Tinggi (INHERENT)
• JARDIKNAS Sekolah (SchoolNet)
• JARDIKNAS Guru dan Siswa (TeacherNet and StudentNet)
Manfaat JARDIKNAS secara umum antara lain :
• Peningkatan kecepatan layanan informasi yang integral, interaktif, lengkap, akurat dan mudah didapat.
• Memberikan pelayanan data dan informasi pendidikan secara terpadu.
• Menciptakan budaya transparan dan akuntabel.
• Merupakan media promosi pendidikan yang handal.
• Meningkatkan komunikasi dan interaksi baik secara lokal maupun internasional.
• Mengakses berbagai bahan ajar dari seluruh dunia, dan
• Meningkatkan efisiensi dari berbagai kegiatan pendidikan.
Fungsi dan Pemanfaatan JARDIKNAS secara khusus antara lain :
• JARDIKNAS Kantor Dinas/Institusi
o Transaksi data online SIM Pendidikan
• JARDIKNAS Perguruan Tinggi
o Riset dan Pengembangan IPTEKS
• JARDIKNAS Sekolah
o Akses Informasi dan e-Learning
• JARDIKNAS Guru dan Siswa
o Akses informasi dan interaksi komunitas
Titik Koneksi Jardiknas Saat Ini:
• Depdiknas Senayan Jakarta
• 33 Kantor Dinas Pendidikan Propinsi
• 441 Kantor Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten
• 30 LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan)
• 10 SKB
• 5 BPPLSP (Balai Pendidikan dan Pelatihan Luar Sekolah dan Pemuda)
• 12 P4TK (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan)
• 32 Perguruan Tinggi Negeri (INHERENT)
• 38 Universitas/Poli Pendidikan Jarak Jauh Program D3-TKJ
• 17 Balai Bahasa
• 5 Kantor Bahasa
• 36 UPBJJ-UT (Unit Pendidikan Belajar Jarak Jauh – Universitas Terbuka)
• 17 Balai Teknologi Komunikasi
• 50 Dinas Kab/Kota
• 13 ICT Center Sister PJJ D3TKJ
• 5 Universitas PJJ PGSD & S2 Perencanaan
• 21 Unit Kerja Depdiknas Pusat
• > 6500 sekolah se Indonesia
Ada tiga sistem pembelajaran berbasis Internet dalam E-Learning
1. Web Course
Merupakan penggunaan internet utk keperluan pembelajaran dimana bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan dan ujian melalui internet atau tidak ada tatap muka dalam proses pembelajaran Seperti proses pendidikan jarak jauh (distance Education); virtual university.
2. Web Centric Course
Berbeda dengan Web Course, Web Centric Course lebih menekankan pembelajaran dimana bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, dan latihan melalui internet. Ujian, dan sebagian konsultasi, diskusi & latihan secara tatap muka persentase tatap muka yang dilakukan dalam proses pembelajaran lebih kecil. Seperti university off campus.
3. Web Enhanced Course
Merupakan penggunaan internet untuk keperluan pembelajaran dimana internet hanya untuk mendukung kegiatan pembelajaran secara tatap muka atau persentase tatap muka yang dilakukan dalam proses pembelajaran lebih besar.


E. Penutup
Adanya penemuan Teknologi dalam bidang Komunikasi dan Informasi berperan besar dalam pengembangan di bidang pendidikan umumnya dan Teknologi Pendidikan/ Pembelajaran khususnya untuk lebih inovatif. Peranan teknologi Komunikasi pada Pengembangan di bidang pembelajaran dapat dilihat dengan adanya SD PAMONG, SMP Terbuka, dan Universitas Terbuka serta adanya Pustekkom dan Televisi Pendidikan Indonesia.
Di sisi lain penemuan teknologi Informasi juga berperan besar dalam pembelajaran yakni dengan adanya komputer mendorong pebelajar untuk belajar mandiri dan dapat belajar di rumah. Integrasi antara Teknologi Komunikasi & Informasi berpengaruh membuat dunia pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya tidak terbatas ruang dan waktu (dunia maya) dan dapat lebih rendah biayanya dan pembelajaran dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Adanya Teknologi di bidang Komunikasi dan Informasi mempengaruhi hasil pembelajaran, sehingga dibutuhkan lebih banyak pembinaan di sekolah sekolah untuk pemanfaatan media tersebut agar hasil yang diinginkan tercapai. Banyaknya informasi yang dapat diperoleh dari media internet, di jenjang pendidikan usia dasar telah harus dikenalkan dengan media internet ini, meskipun dalam pelaksanaannya harus diawasi oleh orang tua dan guru. Pendidikan Guru sekarang untuk jenjang S1 telah diarahkan untuk tidak harus menjadi seorang guru, dan harus memiliki keterampilan /menguasai paling sedikit dua jenis program computer, dan internet.











Referensi


Jardiknas. 2007. Jardiknas, (diakses dari http://www.jardiknas.org/cont/ infrastruktur/about.php, pada tanggal 29 November 2007)

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Nandika, Dodi. 2007. Pendidikan di tengah Gelombang Perubahan, Jakarta : LP3ES.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Supriyanto, Aji. 2005. Pengantar Teknologi Informasi. Jakarta : Salemba Infotek.

Yamin, Martinis, 2007. Kiat Membelajarkan Siswa, Jakarta : Gaung Persada Press.


ooo 000 ooo

Baca Selengkapnya - LANDASAN TEORI KOMUNIKASI DAN INFORMASI

LANDASAN TEORI PSIKOLOGI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

A. Pendahuluan
Teknologi pendidikan didefinisikan sebagai teori dan praktek dalam merancang, mengembangngkan, menerapkan, mengelola, menilai dan meneliti proses sumber dan sistem belajar (Miarso: 2007). Dari definisi tersebut, obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar. Belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran dan pengalaman. Belajar itu terjadi di mana saj, kapan saja, dari apa atau siapa saja dengan cara bagaimana saja.
Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh berbagai macam landasan. Salah satunya adalah landasan teori psikologi.
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia (Pidarta:2007). Jiwa manusia merupakan sebuah bagian penting dalam kehidupan manusia. Manusia dikatakan sempurna jika memiliki jiwa dan raga yang sehat dan sempurna. Apabila manusia hanya memiliki raga saja tanpa memiliki jiwa, maka ia dikatakan sebagai mayat. Begitu pula sebaliknya, apabila hanya jiwa saja tanpa raga, maka ia tidak dapat dinamakan sebagai manusia. Artinya, manusia sempurna harus memiliki raga dan jiwa yang sehat dan sempurna.
Adapun psikologi pendidikan, menurut Hamalik (2002) merupakan salah satu bidang dalam lingkup pendidikan yang perlu dipelajari oleh para calon guru atau oleh guru umumnya dalam rangka meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Psikologi pendidikan sangat relevan dengan pelaksanaan peran dan tugas guru di sekolah, yakni mempersiapkan kondisi dan lingkungan yang menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan yang pada gilirannya untuk mengubah tingkah lakunya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai psikologi pendidikan, berarti membahas mengenai psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial, kesiapan belajar dan aspek-aspek individu, dan dampak konsep pendidikan.

B. Pengertian Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa manusia merupakan sebuah bagian penting dalam kehidupan manusia. Manusia dikatakan sempurna jika memiliki jiwa dan raga yang sehat dan sempurna. Apabila manusia hanya memiliki raga saja tanpa memiliki jiwa, maka ia dikatakan sebagai mayat. Begitu pula sebaliknya, apabila hanya jiwa saja tanpa raga, maka ia tidak dapat dinamakan sebagai manusia. Artinya, manusia sempurna harus memiliki raga dan jiwa yang sehat dan sempurna.

C. Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan menurut Oemar Hamalik (2002) merupakan salah satu bidang dalam lingkup pendidikan yang perlu dipelajari oleh calon guru atau oleh guru umumnya dalam rangka meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Psikologi pendidikan sangat relevan dengan pelaksanaan peran dan tugas guru di sekolah, yakni mempersiapkan kondisi dan lingkungan yang menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan yang pada gilirannya untuk mengubah tingkah lakunya.
Berbicara mengenai psikologi pendidikan, berarti membahas mengenai psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial, kesiapan belajar dan aspek-aspek individu, dan dampak konsep pendidikan.


1. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mengkaji tingkah laku individu yang berada dalam proses perkembangan sejak kehidupan dimulai (konsepsi) hingga akhir kehidupan (mati) (Tohirin, 2005).
Dalam proses pendidikan, psikologi perkembangan mempunyai andil penting yaitu harus diketahui dan difahami oleh para pendidik. Pendidik hendaknya mendidik para peserta didiknya sesuai tingkat umurnya dan kemampuannya. Para pendidik harus bisa membedakan pendidikan untuk anak-anak, remaja, dewasa, bahkan untuk orang tua.
Berbicara psikologi perkembangan dalam kaitannya dengan teknologi pembelajaran, terdapat teori psikologi perkembangan yang merupakan landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran. Teori tersebut merupakan teori yang dikemukakan oleh Thorndike. Adapun teori yang menjadi dalil utama tersebut adalah sebagai berikut:
 Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
 Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respon akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti oleh rasa tidak senang.
 Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku yang lain (dikutip oleh Saettler, 1968 dalam Miarso, 2007).

Menurut Saettler dalam Miarso selanjutnya kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip: 1) aktivasi diri; 2) minat/motivasi; 3) kesiapan mental; 4) individualisasi; 5) sosialisasi.
Untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut seorang guru harus mengendalikan kegiatan belajar anak di dalam kelas ke arah yang dikehendaki, namun dengan tetap memerhatikan minat dan respons anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi itu perlu disesuaikan dengan kesiapan mental anak, dan kecuali itu perbedaan individual perlu diperhatikan dengan jalan merancang dan mengatur situasi sedemikian rupa serta dengan menggunakan media, agar terjadi hubungan antara apa yang sudah diketahui anak dengan hal yang baru. Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.
Menurut Snelbecker dalam Miarso perkembangan beberapa posisi psikologi terhadap pendidikan yang lebih sistematis dan ilmiah, berlangsung pada sekitar tahun 1950-an. Perkembangan ini diberi nama ”teori pembelajaran” oleh mereka yang memilih pendekatan deduktif dalam menyusun teori, dan disebut ”teknologi pembelajaran” oleh mereka yang lebih memilih pendekatan yang pragmatis dengan terlebih dahulu mengumpulkan sejumlah besar fakta.
Dari pendapat Snelbecker ini dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi pembelajaran merupakan pendekatan sistematis dan ilmiah dari psikologi terhadap masalah pendidikan. Dengan mengutip pendapat Siegel, selanjutnya Snelbecker mengemukakan kegunaan teori atau teknologi: 1) dapat mengusahakan perbaikan praktik pendidikan seperti yang berlangsung sekarang ini; 2) mampu memprediksi efektif tidaknya suatu inovasi, dan karena itu memberikan bahan pertimbangan kepada para pengelola pendidikan untuk menentukan kebijakan; 3) mengarahkan penelitian untuk masa-masa mendatang secara lebih sistematis (Miarso, 2007).
Dalam psikologi perkembangan, menurut Syaodih dalam Pidarta ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah:
 Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap lain.
 Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, agama, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
 Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.

Dari ketiga pendekatan ini, yang paling banyak dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan.
Selanjutnya, menurut Pidarta pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu yang bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan anak.
Menurut Crijns dalam Pidarta, periode atau tahap perkembangan manusia secara umum adalah sebagai berikut:
a. Umur 0 – 2 tahun disebut masa bayi. Pada masa ini, si bayi sebagian besar memanfaatkan hidupnya untuk tidur, memandang, mendengarkan, kemudian merangkak, dan berbicara.
b. Umur 2 – 4 tahun disebut masa kanak-kanak. Pada masa ini anak sudah mulai bisa berjalan, menyebut beberapa nama, pengamatan yang mula-mula global, kini sudah mulai melihat struktur, permainan-permainan mereka bersifat fantasi, masih suka menghayal sebab belum sadar akan lingkungannya.
c. Umur 5 – 8 tahun disebut masa dongeng. Anak-anak pada masa ini mulai sadar akan dirinya sebagai seseorang yang mempunyai kedudukan tersendiri seperti halnya dengan orang-orang lain. Pada masa ini mereka kebanyakan menyukai dongeng-dongeng.
d. Umur 9 – 13 tahun disebut masa Robinson Crusoe (nama seorang petualang). Dalam masa ini mulai berkembang pemikiran kritis, nafsu persaingan, minat-minat, dan bakat. Mereka ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam, suka bertanya, dan menyelidiki. Hidup mereka berkelompok-kelompok, anak laki-laki terpisah dengan anak-anak perempuan. Mereka memainkan peranan-peranan nyata seperti yang mereka lihat di masyarakat. Mereka suka menggoda, mengejek, dan sebagainya.
e. Umur 13 tahun disebut masa pubertas pendahuluan. Misalnya anak-anak ini mulai tertuju ke dalam dirinya sendiri, mereka mulai belajar bersolek, suka menyendiri, melamun dan segan olah raga. Mereka gelisah, cepat tersinggung, suka marah-marah, keras kepala, acuh tak acuh, dan senang bermusuhan. Terhadap jenis kelamin lain, mereka ingin sama-sama tahu, tetapi masih canggung.
f. Umur 14 – 18 tahun disebut masa puber. Mereka kini mulai sadar akan pribadinya sebagai seorang yang bertangung jawab. Mereka sadar akan hak-hak segala kehidupan segala lingkungannya.
g. Umur 19 – 21 tahun disebut masa adolesen. Anak-anak pada masa ini mulai menemui keseimbangan, mereka sudah mempunyai rencana hidup tertentu dengan nilai-nilai yang dipastikannya. Namun mereka belum berpengalaman, maka timbulah sikap radikal, ingin menolak, mencela dan merombak hal-hal yang tidak disetujuinya dalam politik, agama, sosial, kesenian dan sebagainya.
h. Umur 21 tahun keatas disebut masa dewasa. Pada masa ini remaja mulai insaf bahwa pekerjaan manusia tidak mudah dan selalu ada cacatnya. Mereka mulai berhati-hati.

Periode perkembangan tersebut adalah merupakan perkembangan secara umum. Artinya ada saja perkembangan anak atau remaja yang menyimpang dari perkembangan umum itu. Ada beberapa pendapat lain mengenai periode perkembangan ini seperti: masa perkembangan menurut Rouseau dan menurut Stanley Hall.
Rouseau membagi masa perkembangan atas empat tahap yaitu:
a. Masa bayi dari 0 – 2 tahun yang sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
b. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.
c. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
d. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.

Sementara itu Stanley dalam Pidarta juga membagi masa perkembangan anak atas empat masa yaitu:
a. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.
b. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu.
c. Masa muda ialah 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya.
d. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusia berbudaya

Demikian para ilmuan mengenai masa-masa perkembangan anak. Sebenarnya masih ada beberapa pendapat lagi mengenai masa perkembangan anak ini. Namun kami hanya mengetengahkan pendapat-pendapat tersebut di atas.
Kini mari kita teruskan membahas psikologi perkembangan ini yang memakai pendekatan pentahapan tetapi bersifat khusus. Kita mulai dari konsep Jean Piaget yang menekankan tingkat-tingkat perkembangan khusus yang kognisi. Menurut Piaget dalam Pidarta ada empat tingkat perkembangan kognisi, yaitu:
 Periode sensimotor pada umur 0 – 2 tahun.
 Periode praoperasional pada umur 2 – 7 tahun.
 Periode operasi konkret pada umur 7 – 11 tahun
 Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun.

Teori Perkembangan Piaget ini bermanfaat bagi pendidikan dalam mengorganisasi materi pelajaran dan proses belajar terutama yang berkaitan dengan upaya mengembangkan kognisi anak-anak. Konsep ini ada hubungannya dengan perkembangan kognisi menurut Bruner sebagai berikut:
a. Tahap enaktif, anak melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan.
b. Tahap ikonik, anak memahami dunia melalui gambaran-gambaran dan visualisasi verbal.
c. Tahap simbolik, anak telah memiliki gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika..

Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa perkembangan kognisi seseorang bisa dimajukan dengan jalan mengatur bahan pelajaran, antara lain dengan kurikulum spiral.
Dalam aspek afeksi, Erikson dalam Pidarta mencoba menyusun perkembangannya. Perkembangan afeksi terdiri atas delapan tahap sebagai berikut:
 Bersahabat vs menolak pada umur 0 – 1 tahun.
 Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur 1 – 3 tahun.
 Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3 – 5 tahun.
 Perasaan produktif vs rendah diri pada umur 6 – 15 tahun
 Identitas diri vs kebingungan pada umur 12 – 18 tahun
 Intim vs mengisolasi diri pada umur 19 – 25 tahun.
 Generasi vs kesenangan pribadi pada umur 25 – 45 tahun
 Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun ke atas.

Seperti halnya dengan perkembangan kognisi, perkembangan afeksi ini pun memberi kemudahan kepada para pendidik dalam mengembangkan afeksi anak-anak, juga dalam mempengaruhi afeksi orang dewasa dan orang-orang yang sudah tua, dengan cara mengikuti tahap-tahap tersebut.
Sehubungan dengan hal ini perlu dikemukakan simpulan Baller dan Charles dalam Pidarta sebagai berikut:
a. Anak yang berasal dari keluarga yang memberi layanan baik, akan bersifat ramah, luwes, bersahabat, dan mudah bergaul.
b. Anak yang dilahirkan pada keluarga yang menolak kelahiran itu, akan cenderung menimbulkan masalah, agresif, menentang orang tua dan sulit diajak bicara.
c. Anak yang diberikan pada keluarga yang acuh tak acuh pada anak, cenderung bersikap pasif dan kurang popular di luar rumah.

Konsep perkembangan yang dibahas terakhir ini berasal dari Gagne, yang bisa disebut sebagai perkembangan kemampuan belajar. Perkembangan itu adalah sebagai berikut:
a. Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli yang mirip, misalnya huruf b dengan d.
b. Belajar konsep, yaitu belajar membuat respon sederhana, seperti huruf hidup, huruf mati dan sebagainya.
c. Belajar prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.
d. Pemecahan masalah, yaitu belajar mengkombinasikan dua atau lebih prinsip untuk memperoleh sesuatu yang baru.

Pembahasan tentang psikologi perkembangan ini yang mencakup perkembangan umum, kognisi, moral, afeksi, dan kemampuan belajar atau dapat disingkat menjadi teori perkembangan umum, kognisi, dan afeksi, memberi petunjuk yang sangat berharga bagi para pendidik dalam mengoperasikan pendidikannya. Karena itu pendidik harus paham akan tahap-tahap perkembangan ini agar ia dapat membantu perkembangan anak-anak secara optimal pada segala jenjang dan tingkat sekolah.

2. Psikologi Belajar
Satu hal yang harus anak lakukan adalah belajar, terutama belajar memahami diri sendiri, belajar memahami perubahan lingkungan, dan belajar membaca isyarat zaman. Belajar melihat ke depan dan belajar mengantisipasi realitas merupakan sikap mental diri yang harus terbentuk dalam diri pribadi anak. Untuk melahirkan sikap mental anak yang antisipatif tersebut dibutuhkan guru yang piawai untuk mendidiknya. Pendidikan intelektual dengan mengabaikan pendidikan sikap mental bukan zamannya lagi ketika jahiliyah moral dan akhlak merajalela di tengah ketakberdayaan dan kepasrahan insani. Oleh karena itu, kita harus membekali anak dengan nilai-nilai moral, sosial, susila, etika, dan agama sebagai pembungkus kepribadian, sehingga anak betul-betul lahir sebagai anak yang berbudi luhur, tidak diumpamakan sebagai manusia dengan perangai binatang.
Kehendak di atas tentu saja tidak akan terwujud bila guru tidak mau tahu siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya. Apabila keharmonisan hubungan guru dengan anak didik tidak dapat diwujudkan. Karena itu, memahami anak didik dan bagaimana cara belajarnya merupakan langkah awal untuk mewujudkan kehendak bersama. Sedangkan sebagai prasyaratnya untuk dapat memahami siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya, guru perlu dibekali dengan aneka ragam pengetahuan psikologis yang sesuai dengan tuntutan zaman, kemajuan sains, dan teknologi, salah satunya adalah psikologi belajar.
Psikologi belajar adalah sebuah fase yang terdiri dari dua kata, yaitu psikologi dan belajar. Ada beberapa bermacam definisi psikologi yang satu sama lain berbeda, antara lain:
 Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental.
 Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran
 Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku.

Dari batasan tersebut jelas bahwa yang dipelajari oleh psikologi adalah tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya.
Sedangkan belajar itu sendiri secara sederhana dapat diberi definisi sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitarnya.
Pidarta merumuskan belajar sebagai perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain. Sedangkan menurut Hamalik (2002) belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lebih lengkap.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inti dari belajar adalah adanya usaha untuk terjadinya perubahan perilaku. Namun, tidak semua perubahan perilaku berarti belajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi belajar adalah sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana individu belajar atau melakukan pembelajaran.
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai teori belajar itu sendiri. Ada sejumlah teori belajar yang dikemukakan Callahan, Syaodih, dan Soekamto dalam Pidarta yang bila dibuat secara sistematik adalah sebagai berikut :
1. Teori belajar klasik:
a. Disiplin mental theistic
b. Disiplin mental humanistic
c. Naturalis atau aktualisasi diri
d. Apersepsi.
2. Teori belajar modern:
a. R-S Bond atau Asosiasi
b. Pengkondisian (kondisioning) Instrumental
c. Pengkondisian (Kondisioning) Operan
d. Penguatan
e. Kognisi
f. Belajar Bermakna
g. Insight atau Gestalt
h. Lapangan
i. Tanda (sign)
j. Fenomenologi
Semua teori tersebut menurut Pidarta dapat pula di kelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
 Behavioris yang mencakup nomor a sampai dengan d.
 Kognisi yang mencakup nomor e sampai dengan j.

Sesungguhnya keempat teori Behaviorisme itu, makin ke belakang merupakan pengembangan dari pendahulunya. Teori-teori tersebut menurut Pidarta sangat bermanfaat untuk mengembangkan tingkah laku-tingkah laku yang nyata seperti hidup teratur, rajin belajar, mencuci tangan sebelum makan, mau kerja bakti, suka olah raga, dan sebagainya.
Sedangkan teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah, dan untuk mengembangkan ide.

3. Psikologi Sosial
Dalam Pidarta, Hollander menyatakan bahwa psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengombinasikan cirri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antarindividu. Dengan demikian psikologi ini akan mencoba melihat keterkaitan masyarakat dengan kondisi psikologi kehidupan individu.
Konsep-konsep penting tentang sosial menurut Pidarta adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan kesan pertama
a. Kepribadian orang yang diminati
b. Perilaku orang tersebut
c. Latar belakang situasi waktu mengamati.
2. Persepsi diri sendiri dari perilaku kita yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan, serta banyak dipengaruhi oleh sikap dan perasaan.
3. Sikap muncul bisa secara alami dan dapat juga dengan pengkondisian serta dengan mempelajari sikap para tokoh.
4. Motivasi ditentukan oleh factor-faktor:
a. Minat dan kebutuhan individu
b. Persepsi terhadap tugas yang menantang
c. Harapan sukses.
5. Keintiman hubungan yang disebut penetrasi sosial akan terjadi manakala perilaku antarpribadi diikuti oleh perasaan subyektif.
6. Perilaku agresif disebabkan oleh:
a. Insting berkelahi
b. Gangguan dari pihak lain
c. Putus asa.
Jenis-jenis perilaku agresif adalah:
a. Agresif anti sosial
b. Agresif prososial
c. Agresif sanksi.
7. Altruisme adalah hasil kasih saying yang tidak mengaharapkan balasan.
8. Kesepakatan atau kepatuhan memudahkan proses pembinaan dalam suatu kelompok.
9. Ada sejumlah perbedaan kemampuan dan sifat antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan itu dismping bersifat alami, juga karena pengalaman dan pendidikan.
10. Peranan pemimpin cukup menentukan keberhasilan tugas-tugas kelompok.


4.Kesiapan Belajar dan Aspek-Aspek Individu
Kesiapan belajar secara umum menurut Connel dalam Pidarta adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Sementara itu kesiapan kognisi bertalian dengan pengetahuan, pikiran, dan kualitas berpikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang baru. Kemampuan-kemampuan ini bergantung kepada tingkat kematangan intelektual, latar belakang pengalaman, dan cara-cara pengetahuan sebelumnya distruktur.
Sedangkan kesiapan afeksi menurut Connel bergantung kepada kekuatan motif atau kebutuhan berprestasi, orientasi motivasi itu sendiri, dan faktor-faktor situasional yang mungkin dapat membangunkan motivasi.Ciri-ciri motivasi yang mendorong untuk berprestasi adalah mengejar kompetensi, usaha mengaktualisasi diri, dan usaha berprestasi.
Pendekatan lain dapat dilakukan dalam mengembangkan potensi motivasi adalah dengan program intervensi selama anak duduk di TK dan kelas-kelas awal di SD. Intervensi ini bisa dalam bentuk:
 Memperbanyak ragam fasilitas di TK.
 Memberi kesempatan bagi orang tua untuk menyaksikan interaksi yang efektif di TK dan SD.

Bagi pendidik di sekolah, baik intervensi pada umur-umur muda maupun melayani motivasi berprestasi pada anak-anak yang lebih tua perlu dilakukan setiap saat. Setiap motivasi ini merupakan modal pertama bagi anak-anak untuk gemar belajar.
Di samping metode tersebut, masih ada cara untuk membangunkan motivasi. Cara-cara yang dimaksud adalah:
 Memberi kepuasan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dituntut, yang meliputi kebutuhan fisik, kebutuhan diterima oleh kelompok, dan kebutuhan mengembangkan konsep diri.
 Memberikan tugas-tugas yang menantang.
 Mengembangkan kesadaran kontrol dari dalam.

Sesudah mendapatkan informasi tentang kesiapan belajar, baik kesiapan kognisi maupun kesiapan afeksi atau motivasi, kini tiba gilirannya untuk membahas aspek-aspek individu.
Dalam proses pendidikan peserta didik atau warga belajarlah yang harus memegang peranan utama. Sebab mereka adalah individu yang hidup dan mampu berkembang sendiri. Pendidikan harus memperlakukan dan melayani perkembangan mereka secara wajar sesuai dengan kodratnya.
Karena peserta didik atau warga belajar sebagai individu, maka ada pula orang yang menyebutnya sebagai subjek didik. Perlengkapan peserta didik atau warga belajar sebagai subjek dalam garis besarnya menurut Pidarta dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
 Watak
 Kemampuan umum atau IQ
 Kemampuan khusus atau bakat
 Kepribadian
 Latar belakang.

Sesudah mengetahui kelima perlengkapan subjek didik, maka dapat dibayangkan betapa banyaknya macam subjek yang harus dihadapi oleh pendidik. Dengan demikian sekali lagi dapat dinyatakan bahwa pendidikan akan menghadapi banyak sekali ragam subjek, yang hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada yang persis sama satu dengan yang lain. Itulah sebabnya dalam pendidikan sering disebut bahwa subjek didik adalah unik.
Walaupun setiap individu dikatakan unik, namun menurut Pidarta aspek-aspek individu mereka adalah sama, sebab aspek-aspek ini dikembangkan oleh para ahli. Pendapat mereka tentang struktur jiw manusia pada umumnya ada kesamaan satu dengan yang lain. Mereka membagi jiwa itu menjadi tiga fungsi yaitu afeksi, kognisi, dan psikomotor. Namun ada juga yang membagi afeksi menjadi dua yaitu perasaan dan kemauan, sehingga terdapat empat fungsi jiwa yaitu perasaan, kemauan, pikiran, dan keterampilan.
Dalam kaitannya dengan tugas pendidikan terhadap usaha membina peserta didik, terutama di Indonesia yang menginginkan perkembangan total ada baiknya perlu mempertimbangkan segi jasmani yang juga dikembangkan atau ditumbuhkan. Dengan demikian fungsi jiwa dan tubuh atau aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut:


1. Rohani
a. Umum:
1) agama
2) perasaan
3) kemauan
4) pikiran
b. Sosial:
1) kemasyarakatan
2) cinta tanah air
2. Jasmani
a. Keterampilan
b. Kesehatan
c. Keindahan tubuh.

5. Dampak Konsep Pendidikan
Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial, dan kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan dampak kepada konsep pendidikan. Dampak itu sebagian besar dalam bidang kurikulum sebab materi pelajaran dan proses belajar mengajar itu harus sejalan dengan perkembangan, cara belajar, cara mereka mengadakan kontak sosial, dan kesiapan mereka belajar. Dampaknya kepada konsep pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Psikologi perkembangan yang bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi, dan pada kognisi, semuanya memberi petunjuk kepada pendidik mengenai bagaimana seharusnya ia menyiapkan dan mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana membina anak-anak mereka mau belajar dengan suka rela.
2. Psikologi belajar
a. Yang klasik
 Disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih soal-soal
 Naturalis/Aktualisasi diri bermanfaat untuk pendidikan seumur hidup.
b. Behavioris bermanfaat atau cocok untuk membentuk perilaku nyata, seperti mau menyumbang, giat bekerja, gemar menyanyi, dan sebagainya.
c. Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan, untuk berkreasi menciptakan sesuatu bentuk atau ide baru.
3. Psikologi sosial
a. Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari perilaku yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan, dan banyak dipengaruhi oleh sikap atau perasaan kita.
b. Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi, dan meniru sikap para tokoh.
c. Sama halnya dengan sikap, motivasi anak-anak juga perlu dikembangkan pada saat yang memungkinkan.
d. Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan dan belajar dalam kelompok.
e. Pendidik perlu membendung perilaku agresif anti sosial, tetapi mengembangkan agresif prososial dan sanksi.
f. Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin di kalangan anak-anak.
4. Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi dengan baik.
5. Kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang sama oleh pendidik serta dilayani secara berimbang.
6. Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya memenuhi tiga kriteria, yaitu:

a. Semua potensi berkembang secara proporsional atau berimbang atau harmonis.
b. Potensi-potensi itu berkembang secara optimal.
c. Potensi-potensi berkembang secara integratif.

D. Penutup
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa manusia merupakan sebuah bagian penting dalam kehidupan manusia. Manusia dikatakan sempurna jika memiliki jiwa dan raga yang sehat dan sempurna. Apabila manusia hanya memiliki raga saja tanpa memiliki jiwa, maka ia dikatakan sebagai mayat. Begitu pula sebaliknya, apabila hanya jiwa saja tanpa raga, maka ia tidak dapat dinamakan sebagai manusia. Artinya, manusia sempurna harus memiliki raga dan jiwa yang sehat dan sempurna.
Untuk dapat tercapainya kesuksesan belajar, perlu penerapan dari komponen-komponen psikologi pendidikan yaitu:
 Psikologi perkembangan
 Psikologi belajar
 Psikologi sosial
 Kesiapan belajar dan aspek-aspek individu
 Dampak konsep pendidikan











Referensi


Bobbi DePotter, dkk. 2000. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definis dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Sudjana, Nana. 1997. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru.


ooo 000 ooo













Baca Selengkapnya - LANDASAN TEORI PSIKOLOGI TEKNOLOGI PENDIDIKAN